Jumat 01 Sep 2023 16:36 WIB

Driver Ojol Tuntut Tiga Hal Soal Revisi Pergub Atur Tarif Transportasi Online di DIY 

Ada tiga tuntutan yang ingin disampaikan khususnya kepada aplikator.

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Fernan Rahadi
Pengemudi ojek daring menggelar unjuk rasa di halaman DPRD Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (ilustrasi).
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Pengemudi ojek daring menggelar unjuk rasa di halaman DPRD Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Revisi peraturan gubernur (pergub) yang mengatur terkait tarif transportasi online dilakukan Pemerintah Daerah (Pemda) DIY dengan melibatkan berbagai pihak. Baik dari komunitas ojok online (ojol) maupun dari aplikator akan dilibatkan dalam perumusan revisi pergub.

Komunitas ojol pun melakukan audiensi dengan Pemda DIY di Kompleks Kantor Gubernur DIY, Kota Yogyakarta, Kamis (31/8/2023) kemarin. Dalam pertemuan tersebut, disepakati bahwa revisi pergub akan dilakukan bersama-sama agar tidak hanya menguntungkan satu pihak saja.

"Kesepakatannya dari pemda dan driver ini akan bersama-sama untuk melakukan revisi pergub dengan koordinasi antara para perwakilan driver, aplikator dan pemerintah daerah untuk bisa merumuskan dengan formasi yang pas untuk dijalankan bersama-sama," kata Sekretaris Persatuan Komunikasi Jogja Driver, Agus Ariyanto.

Agus mengatakan, ada tiga tuntutan yang ingin disampaikan khususnya kepada aplikator. Pertama, ojol khususnya driver kendaraan roda empat menginginkan agar tarif minimal sebesar Rp 15 ribu hingga Rp 20 ribu menjadi jumlah bersih yang diterima driver.

"Sebetulnya yang menjadi polemik bagi kawan-kawan itu kan tarif jarak minimal. Selama ini kan tidak ada tarif jarak minimal, akan kita mintakan untuk memasukkan ketentuan. Di Jawa Timur sudah ada tarif batas minimal 4 kilometer, tergantung nanti tarif per kilonya berapa, dan secara regulasi itu memungkinkan," ucap Agus.

Kedua, pihaknya juga meminta agar jumlah tarif per kilometer yang selama ini ada di angka Rp 3.500 sampai Rp 6.000 bisa dinaikkan menjadi Rp 5.000 hingga Rp 10 ribu. Jumlah tersebut, kata dia, wajib utuh menjadi milik driver tanpa dipotong oleh aplikator.

"Dengan aturan yang sekarang ini, kondisi penghasilan driver semakin lama semakin menurun. Mereka sudah menghilangkan insentif atau subsidi tarif atau bonus. Justru aplikator malah memperbesar potongannya, otomatis penghasilan driver menurun, apalagi dipicu kenaikan BBM," jelasnya.

Selain itu, driver transportasi online ini juga menuntut terkait potongan aplikasi yang saat ini mencapai 25 persen sampai 40 persen kepada driver. Untuk itu, pihaknya berharap ada revisi dan aplikator menjalankan aturan sesuai ketetapan pemerintah yaitu potongan aplikator ke driver tidak melanggar batas maksimal 15 persen.

Dalam proses tersebut, Agus menuturkan akan mengawal dan mengawasi jika ada penyimpangan yang dilakukan aplikator. Jika terdapat hal yang tidak sesuai, maka akan dilaporkan ke Pemda DIY untuk bisa dilakukan pembenahan.

"Apalagi sebenarnya Peraturan Menteri Perhubungan juga sudah jelas tertulis, manakala aplikasi melanggar, dari Pemda berhak memberi surat teguran dan bisa pula melarang aplikator untuk beroperasi di wilayah tertentu," ungkap Agus.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement