REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyikapi peristiwa konflik lahan warga di Pulau Rempang, Pulau Galang, dan Pulau Galang Baru yang berujung bentrokan. Komnas HAM menyatakan tengah menjadi mediator atas masalah tersebut.
Komnas HAM telah menerima surat pengaduan dari ketua koordinator Kerabat Masyarakat Adat Tempatan (KERAMAT) pada 2 Juni 2023. Isi suratnya perihal permohonan legalitas lahan masyarakat kampung-kampung di Pulau Rempang, Pulau Galang, dan Pulau Galang Baru.
"Komnas HAM sedang menangani kasus tersebut melalui mekanisme mediasi HAM," kata Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro dalam keterangan pers pada Jumat (8/9/2023).
Dijelaskan proses mediasi HAM perlu melibatkan sejumlah pihak yang terlibat. Komnas HAM sudah meminta kesediaan wali kota Batam, kepala Badan Pengusahaan Batam (BP Batam), kapolda Kepulauan Riau, dan kantor Kepala Pertanahan Kota Batam guna mengikuti mediasi ini.
"Komnas HAM telah mengirimkan surat kepada pihak terkait untuk permintaan klarifikasi dan mediasi," ujar Atnike.
Berdasarkan penelusuran sementara, ia mengungkapkan kasus tersebut bermula dari adanya rencana relokasi warga di Pulau Rempang, Pulau Galang, dan Pulau Galang Baru dalam mengembangkan investasi di Pulau Rempang menjadi kawasan industri, perdagangan, dan wisata yang terintegrasi.
Proyek ini dikerjakan oleh PT Makmur Elok Graha (MEG) dengan target bisa menarik investasi besar. Proyek ini akan menggunakan lahan seluas seluas 7.572 hektare atau sekitar 45,89 persen dari total luas Pulau Rempang 16.500 hektare.
"Kemudian akan dilakukan relokasi warga di Pulau Rempang, Pulau Galang dan Pulau Galang Baru yang diperkirakan antara tujuh ribu sampai 10 ribu jiwa," ujar Atnike.
Di sisi lain, Atnike menyatakan Komnas HAM berkomitmen terus melakukan upaya penyelesaian dugaan pelanggaran HAM dan memastikan implementasi rekomendasi Komnas HAM atas penyelesaian kasusnya serta pemulihan hak-hak korban.
"Dukungan dan kerja sama dari berbagai pihak tentunya sangat penting guna memastikan keadilan dan pemenuhan hak-hak korban. Komnas HAM akan terus menyampaikan informasi mengenai perkembangan ini kepada publik," tegasnya.
Sebelumnya, Gabungan 78 Lembaga Swadaya Masyarakat, mengecam keras sikap brutal aparat kepolisian bersama militer dari Angkatan Laut (AL) dalam mengatasi krisis keamanan di Pulau Rempang.
Pada Kamis (7/9/2023) dilaporkan, aksi penolakan penggusuran warga Pulau Rempang oleh BP Batam berujung terjadinya bentrokan dengan aparat Polri-TNI.
Puluhan warga setempat mengalami luka-luka akibat serbuan gas air mata. Anak-anak sekolah yang sedang berada di kelas-kelas belajar pun terpaksa dibubarkan paksa lantaran serbuan gas air mata petugas gabungan.