REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Perhimpunan Hotel dan Resto Indonesia (PHRI) DIY menyebut bahwa ditetapkannya Sumbu Filosofi sebagai warisan budaya dunia oleh UNESCO justru menjadi tantangan bagi DIY. Pasalnya, dengan penetapan ini justru mengharuskan DIY untuk bisa berbenah diri.
Ketua DPD PHRI DIY, Deddy Pranowo Eryono mengatakan, diakuinya Sumbu Filosofi Yogyakarta sebagai warisan budaya dunia akan berdampak pada sektor pariwisata yakni menguatkan branding DIY sebagai destinasi wisata oleh dunia internasional. Sedangkan, masih banyak hal yang harus dibenahi oleh DIY untuk mempertahankan status tersebut.
"Ini tantangan untuk kita introspeksi diri, kita harus berbenah. Jangan sampai terlena (hanya karena status warisan budaya dunia UNESCO)," kata Deddy kepada Republika, Kamis (22/9/2023).
Deddy menegaskan, berdampaknya Sumbu Filosofi Yogyakarta sebagai warisan budaya dunia terhadap peningkatan di sektor pariwisata, utamanya pada kunjungan wisatawan mancanegara ke DIY tergantung pada dua faktor.
Pertama yakni tergantung pada penerbangan langsung internasional dari dan ke DIY. Saat ini, penerbangan langsung internasional dari dan ke DIY masih terbatas, meski DIY sudah memiliki Yogyakarta International Airport (YIA).
"Direct flight langsung dari luar negeri sementara ini baru ada Malaysia, Singapura, belum ada dari Eropa, Australia. Padahal bandara kita sudah memenuhi syarat untuk (menambah penerbangan langsung internasional) itu, tinggal kita berupaya ke pemerintah pusat. Ini yang harus dibenahi," ungkap Deddy.
Kedua, kata Deddy yakni terkait persoalan sampah yang juga harus dibenahi oleh DIY. Persoalan sampah masih menjadi pekerjaan besar DIY saat ini.
Deddy menuturkan, jika persoalan ini tidak dibenahi, maka belum tentu status Sumbu Filosofi Yogyakarta sebagai warisan dunia akan berdampak kepada sektor pariwisata. Sedangkan, sektor pariwisata sendiri menyumbang sebagian besar perekonomian di DIY.
"Ini tidak hanya pemerintah saja, tapi juga masyarakat itu harus berbenah (soal masalah sampah)," jelasnya.