REPUBLIKA.CO.ID, BANTUL -- Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3APPKB) Kabupaten Bantul berupaya menekan angka stunting dengan meluncurkan Bantul Berunding.
Kepala DP3APPKB Kabupaten Bantul Ninik Istitarini menjelaskan, Bantul Berunding yang berarti Bantul Bergerak Menurunkan Stunting merupakan inovasi untuk percepatan penurunan stunting di Kabupaten Bantul. Peluncuran Bantul Berunding dilaksanakan berbarengan dengan pelayanan praktek mandiri bidan dalam acara TNI Manunggal KB Kesehatan.
"Karena KB sangat terkait dengan stunting, sehingga kita meluncurkan inovasi kami dari DP3AP2KB yakni Bantul Berunding," ujar Ninik kepada awak media dalam acara TNI Manunggal KB Kesehatan di Kalurahan Selopamioro, Kapanewon Imogiri, Kabupaten Bantul, Selasa (26/9/2023).
Kegiatan ini bertujuan untuk memantau perkembangan ibu hamil dan bayinya. Layanan praktek mandiri bidan tersebut dilaksanakan secara serentak di 17 kapanewon. "Dalam penggerakan untuk KB kita berkolaborasi dengan TNI. Ini cukup signifikan, TNI bisa menggerakkan semua," imbuhnya.
Ninik menjelaskan, Bantul Berunding memiliki makna Bantul berembug, karena perlunya sinergi dan konvergensi dari berbagai pihak, baik pemerintah, swasta dan dunia usaha dalam percepatan penurunan stunting.
Pelaksanaan Bantul Berunding ini nantinya lebih menekankan pada sinergitas dan kolaborasi yang selama ini masih belum optimal. Saat ini, Pemkab Bantul telah memiliki berbagai lembaga yang akan ikut bergerak dalam percepatan penurunan stunting.
"Kita punya tim percepatan penurunan stunting (TPPS), kita juga sudah membentuk Bapak Asuh Anak Stunting. Teman kader di lapangan, kader tim pendamping keluarga yang fokus mendampingi anak yang stunting," jelas Ninik.
Lebih lanjut menjelaskan, dengan adanya Bantul Berunding, Pemkab Bantul melalui Dinas Kesehatan dan Bapedda selaku koordinator penurunan stunting akan mengoptimalkan upaya penurunan stunting. Nantinya, melalui program ini akan mengoptimalkan sinergi antara TPPS di tingkat kabupaten dan kapanewon. Sinergi ini dimaksudkan dalam penanganan baik balita stunting maupun yang berisiko terhadap stunting.
"Dalam Bantul berunding kita mengambil sampel pada calon pengantin dan ibu hamil. Karena kami berharap kalau kita serius tangani calon pengantin dan ibu hamil, ketika melahirkan, tidak ada risiko stunting. Intinya tindakan promotif dan preventif," tuturnya.
Kalurahan Selopamioro dipilih sebagai pilot project untuk mengambil sampel tersebut. Melalui aplikasi Elsimil (elektronik siap nikah siap hamil), data kondisi kesehatan ibu calon pengantin akan dicatat.
"Kita bisa mengidentifikasi mana ibu yang berisiko, misal terdeteksi anemia, kurang energi kronis. Preventif kita adalah ini yang harus kita intervensi terus sampai tuntas," paparnya.
Berdasarkan survei status gizi Indonesia, angka prevalensi stunting Bantul pada tahun 2021 adalah 19,1. Pada tahun 2022, angka tersebut melandai pada angka 14,9. Sedangkan target Pemerintahan Jokowi, prevalensi stunting ditargetkan turun menjadi 14 persen pada 2024.