REPUBLIKA.CO.ID, UNGARAN -- Air mata meleleh dari mata belasan ibu-ibu di hadapan wakil rakyat Kabupaten Semarang, saat digelar audiensi bersama Komisi A dan Komisi C DPRD setempat, Kamis (5/10/2023).
Mereka merupakan warga terkena proyek (WTP) Bendungan Jragung, asal Dusun Kedung Glatik, Desa Candirejo, Kecamatan Pringapus, Kabupaten Semarang yang hampir empat tahun menunggu kepastian, setelah lahan yang mereka tempati terkena proyek strategis nasional (PSN).
Hingga akhirnya mereka tidak tahu lagi harus berbuat apa dan ke mana lagi harus mengadukan persoalan yang sedang dihadapi. "Wajar, karena wakil rakyat lah yang menjadi harapan mereka untuk mendapatkan kepastian,” ungkap Koordinator WTP Kedung Glatik, Andre Arifin.
Menurut Arifin, WTP Bendungan Jragung sudah lama berkoordinasi ke sana ke mari untuk mendapatkan kepastian atas ganti rugi yang berlum diterimakan ini. Terutama warga yang terdampak langsung dari proyek pembangunan bendungan Jragung ini.
Ia menyebut persoalan yang dihadapi WTP masih banyak, tidak hanya sekedar uang ganti rugi 41 bidang lahan dan 61 tegakan (tanaman dan bangunan) yang belum terbayarkan. "Masih ada beberapa hal yang belum terealisasikan," jelasnya.
Terpisah, Ketua DPRD Kabupaten Semarang, Bondan Marutohening mengatakan, proyek Bendungan Jragung ini, kata Bondan, yang punya kewenangan pelaksanaannya adalah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Dalam pelaksanaannya berkoordinasi dengan beberapa kementarian, seperti proses pembayaran ganti rugi yang ada di Kementerian Keuangan lewat Lembaga Manajemen Aset Negara.
“Memang yang kami lihat dalam persoalan WTP Kedung Glatik ini adalah lambatnya proses birokrasi proses penyelesaian masalah ganti rugi, sehingga sampai berlarut-larut sampai tiga tahun," jelasnya.
Sementara, ungkap Bondan, masyarakat Kedung Glatik sudah sangat menderita karena proyek sudah berjalan, mereka sudah tidak beraktivitas ekonomi dan juga terdampak polusi debu akibat aktivitas pekerjaan fisik pembangunan bendungan tersebut.
Karena masyarakat belum ‘keluar’ dari kawasan proyek Bendungan Jragung. Maka dari pertemuan hari ini ada beberapa hal yang menjadi saran wakil rakyat Kabupaten Semarang.
Yang pertama adalah masalah borrow area, harus segera direalisasikan tidak hanya sekedar janji- janji saja. Borrow area ini adalah lahan yang dipinjamkan oleh BBWS Pemali-Juan untuk fasilitas umum maupun fasilitas sosial (fasum/fasos), pemukiman, dan tanah garapan.
"Kami ingin borrow area dalam waktu satu bulan ini sudah bisa ditempati, sehingga masyarakat (WTP) bisa segera memanfaatkan lahan tersebut. Sedangkan untuk ganti rugi yang belum dibayarkan, wakil rakyat ingin agar beres di akhir tahun 2023 ini," jelasnya.
Bondan juga menyampaikan, lahan yang belum terbayarkan ganti ruginya masih da 41 bidang, 61 bidang tegakan temasuk ada fasum dan fasos seperti makam dan masjid yang belum jelas di mana lokasinya.
Terkait proyek Bendungan Jragung ini, ia juga tidak tahu kapan akan rampung. Karena Pemerintah Daerah termasuk DPRD Kabupaten Semarang tidak pernah diajak ngobrol, sosialisasi FGD dan sebagainya.
Tetapi ketika ada masalah-masalah seperti ini, kami ‘ketiban sampur’ untuk ikut menyelesaikan. “Padahal kami tidak punya kesenangan apa-apa dalam pelaksanaan PSN ini," kata Bondan.