Senin 09 Oct 2023 16:28 WIB

Kejati DIY Periksa Enam Notaris Terkait Perkara Mafia Tanah Desa di Sleman

Ada puluhan saksi yang diperiksa, termasuk notaris.

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Yusuf Assidiq
Kejati DIY menyita tanah terkait gratifikasi yang diterima tersangka kasus mafia tanah kas desa (TKD) di Kelurahan Purwomartani, Kalasan, Sleman, DIY.
Foto: Dokumen
Kejati DIY menyita tanah terkait gratifikasi yang diterima tersangka kasus mafia tanah kas desa (TKD) di Kelurahan Purwomartani, Kalasan, Sleman, DIY.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Kejaksaan Tinggi (Kejati) DIY masih terus melakukan pemeriksaan saksi-saksi terkait perkara mafia tanah kas desa (TKD) yang menjerat mantan kepala Dinas Pertanahan dan Tata Ruang (Kadispertaru) DIY, Krido Suprayitno. Ada puluhan saksi yang sudah diperiksa, termasuk notaris.

"Enam notaris dipanggil, semoga dalam waktu dekat ada perkembangan," kata Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati DIY, Muhammad Anshar Wahyuddin,belum lama ini.

Pemeriksaan enam notaris ini dilakukan terkait kasus penyalahgunaan TKD di Kelurahan Caturtunggal, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, DIY, yang melibatkan Dirut PT Deztama Putri Sentosa, Robinson Saalino, serta mantan lurah Caturtunggal, Agus Santoso.

Lebih lanjut, Anshar menuturkan pihaknya masih melakukan penyusunan berkas perkara Krido. Artinya, berkas perkara milik Krido masih belum lengkap hingga saat ini sejak ditetapkan sebagai tersangka pada 17 Juli 2023 lalu.

"Mudah-mudahan dalam waktu dekat (selesai). Kita ngejar waktu penahanan juga," ungkap Anshar.

Kejati DIY sendiri memperpanjang masa penahanan Krido. Perpanjangan ini dilakukan mengingat dalam proses penyidikan ada perkembangan baru.

Untuk itu, pihaknya merasa masih memerlukan waktu dalam rangka penyidikan perkasa ini. Termasuk pemeriksaan saksi-saksi yakni enam notaris yang baru saja dikembangkan dari proses penyidikan yang dilakukan.

"Ada pengembangan-pengembangan baru seperti notaris dan lain-lain, jadi kita mencoba mengembangkan ke pihak-pihak yang terlibat," jelas dia.

Sementara itu, terkait dengan Robinson sudah berstatus terdakwa. Bahkan, Robinson masih menjalani sidang, dan disidang pekan kemarin ia dituntut pidana penjara selama delapan tahun oleh jaksa penuntut umum (JPU).

Robinson juga dituntut denda sebesar Rp 300 juta. Robinson pun dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp 2,95 miliar.

Di samping juga JPU menuntut agar majelis hakim menetapkan perampasan aset milik terdakwa kepada negara dari hasil tindak pidana korupsi berupa keuntungan yang diambil dari pemanfaatan TKD tanpa izin dari Gubernur DIY di Kelurahan Caturtunggal Kecamatan Depok, Sleman.

Atas tuntutan tersebut, Robinson melalui tim penasehat hukumnya membacakan pledoi dalam sidang Rabu (4/10/2023) kemarin. Dalam nota keberatan yang disampaikan penasehat hukumnya, dikatakan bahwa terdapat ratusan titik pemanfaatan TKD di DIY yang tidak memiliki izin gubernur.

"Namun, sampai hari ini hanya terdakwalah (Robinson) yang dipaksakan duduk di meja hijau dalam konteks tindak pidana korupsi," kata salah satu penasehat hukum terdakwa, Agung Pamula Ariyanto.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement