Senin 16 Oct 2023 09:23 WIB

Aktivis Lingkungan Lakukan Sensus Sampah Plastik di Kawasan Mangrove Surabaya

Sensus sampah plastik di kawasan mangrove diawali menyusuri muara Kali Surabaya.

Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Fernan Rahadi
Sekitar 13 aktivis lingkungan dari komunitas Badan Riset Urusan Sungai Nusantara (BRUIN) bersama Trash Control Community melakukan sensus sampah plastik di Kawasan Ekowisata Mangrove dan Pantai Wonorejo, Surabaya.
Foto: BRUIN
Sekitar 13 aktivis lingkungan dari komunitas Badan Riset Urusan Sungai Nusantara (BRUIN) bersama Trash Control Community melakukan sensus sampah plastik di Kawasan Ekowisata Mangrove dan Pantai Wonorejo, Surabaya.

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Sekitar 13 aktivis lingkungan dari komunitas Badan Riset Urusan Sungai Nusantara (BRUIN) bersama Trash Control Community melakukan sensus sampah plastik di Kawasan Ekowisata Mangrove dan Pantai Wonorejo, Surabaya. Kegiatan ini merupakan salah satu rangkaian brand audit secara konsisten dilakukan oleh komunitas BRUIN sejak 2022. 

Koordinator Program dan Litigasi BRUIN, Muhammad Kholid Basyaiban mengatakan, pihaknya berkomitmen akan terus melakukan kegiatan brand audit secara konsisten dengan menyasar tempat-tempat atau spot timbulan sampah yang ada di wilayah Indonesia. Brand audit atau sensus sampah plastik sudah dilakukan sejak 2022 dan berlanjut hingga 2023 serta berakhir pada Desember. "Total sudah sekitar 30 lebih lokasi yang sudah kita lakukan sensus sampah plastik," katanya dalam siaran pers, Senin (16/20/2023).

 

Kholid menjelaskan, sensus sampah plastik yang dilaksanakan BRUIN merupakan salah satu cara untuk mengetahui jenis dan karakteristik sampah berdasarkan merek kemasan dan asal produsen. Hal ini bertujuan m untuk dilakukan advokasi dalam meminta pertanggungjawaban extended producer responbility (EPR) kepada produsen yang sampahnya tercecer dan bocor di lingkungan. Produsen harus melakukan langkah-langkah pengurangan atau redesain ulang kemasan lebih ramah lingkungan sesuai amanat aturan pengelolaan sampah.

 

Adapun kegiatan sensus sampah plastik di kawasan mangrove diawali dengan menyusuri muara Kali Surabaya dengan perahu wisata mangrove sambil melakukan brand audit dengan menggunakan metode catching (penangkapan) sampah plastik di badan air. Kemudian dilakukan drafting (pencatatan) secara manual. 

 

Selanjutnya, tim sensus sampah plastik berjalan masuk hingga tengah kawasan mangrove dan Pantai Mangrove Wonorejo. Hal ini bertujuan melakukan brand audit menggunakan metode canggih barcode scanning (deteksi barcode). 

 

Untuk diketahui, saat ini pihaknya sedang mengembangkan brand audit dengan menggunakan metode deteksi barcode. Setidaknya terdapat 10 ribu lebih database yang berisi data sampah plastik, popok sekali pakai, botol plastik dan sebagainya. 

 

Koordinator Riset BRUIN, Alaika Rahmatulloh menyatakan, data tersebut dikumpulkan selama satu tahun lebih dari kegiatan brand audit sebelumnya. Data ini bersifat rahasia sebagai pedoman melakukan brand audit dengan metode deteksi barcode. "Dengan menggunakan metode ini selain lebih akurat kegiatan brand audit juga bisa lebih cepat dan mudah," jelasnya .

 

Hasil sensus sampah plastik di Kawasan Wisata Mangrove Wonorejo, Surabaya menunjukkan plastik unbrand sebagai sampah yang paling banyak ditemukan. Kemudian dilanjutkan produsen Wings Food, Unilever, PT Santos Jaya Abadi, dan Indofood. Sampah yang berhasil dikumpulkan sekitar 550 buah lebih.

 

Pendiri Trash Control Community UIN Surabaya, Ziadatur Risqiyah berharap pemerintah dan masyarakat saling mendukung dan bekerja sama dalam komitmen mengurangi penggunaan plastik sekali pakai. Kemudian juga dapat menumbuhkan kesadaran bagi masyarakat, pemerintah dan terutama perusahaan atau produsen penghasil sampah untuk lebih menjaga dan bertanggung jawab atas sampah-sampahnya sesuai dengan regulasi yang berlaku. 

 

Masyarakat tentunya juga harus lebih sadar untuk tidak membuang sampahnya, baik sengaja atau tidak sengaja ke sungai sehingga sampahnya mengalir bersama arus sungai menuju muara. Hal ini penting dilakukan karena berpotensi menjadi mikroplastik yang merusak ekosistem dan biota air.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement