Jumat 10 Nov 2023 20:50 WIB

Bung Tomo dan Peranannya dalam Pertahankan Kemerdekaan RI

Keberadaan Bung Tomo tidak dapat diketahui oleh Sekutu maupun Belanda.

Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Yusuf Assidiq
Bung Tomo
Foto: wikipedia
Bung Tomo

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Indonesia memiliki Hari Pahlawan yang diperingati pada 10 November. Peristiwa ini merujuk pada pertempuran di Surabaya yang mana para pejuang berusaha mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

 

Didin Aryanto (2023) dalam jurnalnya mengungkapkan banyak hal terkait peristiwa pertempuran 10 November 1945 di Surabaya dari sisi sejarah. Bahkan, dia juga mendeskripsikan secara detail bagaimana sosok Bung Tomo memberikan sumbangsihnya dalam mempertahankan kemerdekaan RI.

 

Dijelaskan, Sutomo atau dikenal Bung Tomo merupakan tokoh utama dalam peristiwa 10 November. Pria yang berusia 25 tahun inilah yang mampu menggelorakan semangat anak-anak muda di Surabaya.

Melalui pidatonya, dia berhasil mendorong masyarakat untuk memperjuangkan Kemerdekaan Indonesia. Sebagaimana diketahui, momentum kemerdekaan RI sempat menimbulkan adanya kehadiran Inggris yang didampingi oleh Nederland Indian Civil Affairs Authority (NICA) di Indonesia.

Kedatangan mereka bertujuan untuk merebut kembali kemerdekaan RI. Bung Tomo setelah adanya proklamasi Indonesia, dia dan teman-temannya (jurnalis) langsung memberitakan peristiwa tersebut kepada warga di sekeliling Surabaya.

Informasi ini disebarluaskan melalui radio dan pamflet yang juga dibantu oleh veteran. Untuk menyiarkan berita kemerdekaan, Bung Tomo dan teman-teman jurnalisnya berusaha membujuk tentara Jepang yang menguasai secara hukum di Surabaya.

Setelah berhasil, dia pun mampu menyiarkan berita  kemerdekaan dalam bahasa daerah terutama Jawa dan Madura. "Hal ini bertujuan untuk meminimalisasi adanya bentrok atau konflik antara pejuang dan Jepang," kata Barlan Setiadijaya (1992) dalam jurnal Didin.

 

Menurut Didin, kontribusi Bung Tomo pada Pertempuran 10 November tidak berhenti begitu saja. Bung Tomo bersama para pejuang dari Surabaya misalnya telah berhasil menggagas Barisan Pemberontakan Rakyat Indonesia (BPRI) pada 12 Oktober 1945.

Keberadaan ini menjadi terkenal karena memiliki stasiun radio bernama Radio Pemberontakan. Menurut Didin, lokasi siaran Radio Pemberontakan berada di Markas Tempur area Jalan Mawar 10 Surabaya. 

Saat itu, kata dia, lokasi pemancar terus bergerak tetapi keberadaannya dapat dirahasiakan. Radio sendiri, kata dia, memiliki peranan penting bagi Bung Tomo dalam melakukan propaganda.

Hal ini terutama ketika pertempuran di Surabaya terjadi pada 10 November 1945. Sebelumnya, pada 27 Oktober 1945, Brigjen Mallaby sebagai komandan pasukan Inggris di Surabaya telah memberikan mandat  kepada pejuang Surabaya untuk  memberikan semua senjata dan rampasan dari Jepang.

Namun mandat tersebut diabaikan masyarakat Surabaya, bahkan menimbulkan kemarahan. Sehari setelah mandat disampaikan, Bung Tomo setuju dengan para veteran lain untuk menghadapi pasukan Inggris.

Sebab, mereka menganggap tindakan Brigjen Mallaby sebagai penghinaan terhadap kedaulatan Indonesia. Arek-arek Surabaya pun mampu menyergap tempat-tempat persembunyian Inggris untuk kemudian membunuh Brigjen Mallaby pada 30 Oktober.

 

Peristiwa ini mendorong Komandan AFNEI, Letnan Jenderal Christison, untuk menangani serta memerintahkan Mayor Jenderal  Mansergh guna mengirim Tentara Infanteri ke-5 ke Surabaya. Langkah ini bertujuan untuk  melengkapi pasukan lapis bajanya melawan Inggris di Surabaya.

 

Mengetahui hal tersebut, Bung Tomo pun kembali beraksi dengan berusaha membangkitkan semangat masyarakat Surabaya agar berani pada Inggris. Melalui pidatonya yang berapi-api, serta peralatan yang minim dan relawan, para pemuda Surabaya tidak segan menyerang Inggris.

 

Pada saat Surabaya jatuh ke tangan Inggris, Bung Tomo terpaksa mundur bersama pemuda-pemuda lain. Mereka juga membawa peralatan radio ke Kabupaten Mojokerto, Provinsi Jawa Timur (Jatim). Ia masih berusaha menggunakan radio untuk berbagi semangat juangnya dengan anak muda lainnya.

 

Langkah tersebut ternyata membuat Sekutu khawatir. Kolonial Belanda pun memerintahkan pencarian Bung Tomo ke berbagai pelosok Jatim.

Namun berkat siasatnya, keberadaan Bung Tomo tidak dapat diketahui oleh Sekutu maupun Belanda. Bung Tomo diketahui meninggal pada 7 Oktober 1981 saat melakukan perjalanan ibadah haji.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement