REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur, Adik Dwi Putranto, mendesak Pemerintah Provinsi Jatim turun tangan untuk menstabilkan harga gula di pasaran. Saat ini, gula di pasar Jatim dijual dengan harga rata-rata Rp 16 ribu per kilogram.
Jauh dari harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp 12.500 per kg. "Pemerintah harus turun tangan. Ada dua langkah yang bisa dilakukan. Pertama dengan melakukan sidak stok, apa ada yang melakukan penimbunan atau menahan hingga harga terus melambung," kata Adik, Rabu (15/11/2023).
Dikatakan, sidak harus dilakukan mengingat Jatim adalah daerah penghasil gula yang berkontribusi sebesar 49 persen terhadap produksi nasional. Pada 2022 saja, lanjut Adik, surplus gula Jatim sangat besar, mencapai 742.034 ton.
"Nah ini harus dicari, di mana stoknya sekarang? Kenapa harga naik? Karena ada kemungkinan terjadi penimbunan. Sama dengan kasus melambungnya harga daging yang pernah terjadi dulu, ternyata ada yang menimbun," ujarnya.
Ia menegaskan, Pemprov Jatim harus mengambil langkah cepat lantaran harga gula diperkirakan akan terus naik hingga tahun depan. Itu sebagai dampak mundurnya musim tanam pada tahun ini akibat kemarau berkepanjangan.
"Jika biasanya September sudah mulai musim hujan dan petani tebu mulai tanam, tetapi saat ini sampai November hujan belum turun sehingga musim tanam pun akhirnya mundur. Pastinya kondisi ini akan berdampak pada penurunan produksi gula tahun depan," kata Adik.
Langkah kedua yang harus dilakukan Pemprov Jatim untuk menstabilkan harga gula adalah dengan melalukan operasi pasar. Operasi pasar perlu dilakukan bekerja sama dengan SGN dan Bulog.
"Tetapi yang jadi masalah adalah apakah stoknya ada untuk melakukan operasi pasar. Karena kenaikan harga gula ini akan meningkatkan inflasi yang harusnya dikendalikan," jelasnya.