Kamis 16 Nov 2023 04:09 WIB

Realisasi Produksi Padi di Malang Capai 469 Ribu Ton Hingga Oktober

Sejumlah wilayah mengalami penurunan debit air selama musim kemarau.

Petani membawa padi IR 64 saat panen (ilustrasi)
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Petani membawa padi IR 64 saat panen (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Pemerintah Kabupaten Malang mencatat produksi padi hingga Oktober 2023 di wilayah tersebut mencapai 469 ribu ton yang diharapkan tidak mengalami penurunan meski pada tahun tersebut terjadi kemarau panjang.

Kepala Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan (DTPHP) Kabupaten Malang Avicenna M Saniputera mengatakan meskipun ada penurunan debit air selama kemarau, diharapkan produksi tetap optimal.

"Mudah-mudahan produksi bisa stabil, setidaknya tidak turun. Meski ada penurunan debit air, produksi masih bisa optimal. Hingga Oktober, produksi padi 469 ribu ton," kata Avicenna.

Ia menjelaskan, berdasarkan hasil pantauan Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan Kabupaten Malang, memang ada sejumlah wilayah yang mengalami penurunan debit air selama musim kemarau.

Namun, lanjutnya, meskipun ada penurunan debit air tersebut, para petani masih bisa melakukan pengelolaan kebutuhan air untuk areal persawahan. Pengelolaan air tersebut, dilakukan bersama sejumlah pihak, termasuk pendampingan dari penyuluh.

"Memang siklus tahunan di sejumlah wilayah tersebut, saat musim kemarau, ada penurunan debit air. Tapi itu bisa dikelola. Jadi, kemarau tidak begitu berpengaruh kalau dari sisi produksi," ujar dia.

Ditambahkan, pihaknya mencatat luas tanam padi hingga Oktober 2023 diperkirakan mencapai 50 ribu hektare. Pemerintah setempat juga telah melakukan langkah percepatan penanaman padi sesuai program yang dikeluarkan pemerintah pusat.

"Untuk Kabupaten Malang, ada 1.350 hektare lahan yang masuk dalam gerakan tanam nasional. Itu percepatan tanam," katanya.

Saat ini, di sejumlah wilayah khususnya di Kabupaten Malang sudah mulai turun hujan, sehingga kekhawatiran terkait kemarau panjang yang akan berdampak besar terhadap produksi tanaman pangan bisa mulai berkurang.

"Sekarang, ini hujan sudah mulai turun. Ini mengurangi rasa kekhawatiran kita, sehingga nanti, Oktober-Maret itu masuk musim tanam besar-besaran, diharapkan hasilnya optimal," jelasnya.

Pada 2023, di Indonesia terjadi fenomena El Nino atau musim kemarau ekstrem, yang merupakan kondisi dimana Suhu Muka Laut (SML) di Samudera Pasifik bagian tengah mengalami pemanasan di atas kondisi normal, dan berdampak pada pengurangan curah hujan di Indonesia.

Dengan kondisi tersebut akan memberikan dampak cukup besar, khususnya terkait produksi tanaman pangan di dalam negeri. Kekurangan air akan mengganggu proses pertanian dan pemenuhan kebutuhan pangan.

El Nino, memiliki keterkaitan erat dengan sektor pertanian di dalam negeri. Produksi tanaman pangan, tidak bisa lepas dari ketersediaan air yang merupakan kunci utama untuk menjalankan sektor pertanian.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement