Sabtu 25 Nov 2023 12:18 WIB

Cerita Masjid Jogokariyan Bangun Kesadaran Berinfak Hingga Kembangkan Amal Usaha

Dengan adanya BUMM, infak jamaah bisa digunakan untuk pelayanan terhadap jamaah.

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Fernan Rahadi
Sektretaris Umum Takmir Masjid Jogokariyan,  Ustaz Haidar Muhammad Tilmitsani dalam talkshow Ekonomi Berbasis Masjid dalam Muhammadiyah Jogja Expo 2023 dengan tema Sudah Saatnya Menutup Kotak Infak dan Membuka Amal Usaha di Joga Expo Center, Jumat (24/11/2023).
Foto: Republika/Idealisa Masyrafina
Sektretaris Umum Takmir Masjid Jogokariyan, Ustaz Haidar Muhammad Tilmitsani dalam talkshow Ekonomi Berbasis Masjid dalam Muhammadiyah Jogja Expo 2023 dengan tema Sudah Saatnya Menutup Kotak Infak dan Membuka Amal Usaha di Joga Expo Center, Jumat (24/11/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Amal usaha yang dilakukan masjid sejatinya digunakan untuk pelayanan jamaah hingga masjid bisa memakmurkan jamaah. 

Upaya yang dilakukan oleh Masjid Jogokariyan, Yogyakarta, selama 20 tahun terakhir ini menjadi bukti perjuangan masjid untuk memakmurkan jamaahnya. Salah satu upaya utamanya yakni dengan membangun kesadaran berinfak masyarakat setempat.

Baca Juga

Sekretaris Umum Takmir Masjid Jogokariyan,  Ustaz Haidar Muhammad Tilmitsani menjelaskan bahwa Masjid Jogokaryan merupakan bukti bahwa jika masjid kampung bisa dikelola serius, maka akan menjadi maju.

"Kadang takmir itu pesimistis dulu, apa iya bisa? Di Jogokaryan melihat bagaimana pendahulu kita mengusahakan agar masjid bisa dikelola dengan baik," ujar Ustaz Haidar dalam talkshow Ekonomi Berbasis Masjid dalam Muhammadiyah Jogja Expo 2023 dengan tema 'Sudah Saatnya Menutup Kotak Infak dan Membuka Amal Usaha' di Joga Expo Center, Jumat (24/11/2023).

Ia menilai bahwa seringkali takmir mesjid tidak melaksanakan kegiatan karena tidak memiliki dana yang cukup. Padahal hal yang terjadi adalah kebalikannya, masjid tidak ada dana karena tidak ada kegiatan.

Menurut Ustaz Haidar, jamaah yang mempercayakan dana akan melihat apakah masjid itu bisa mengelola dana itu menjadi kemanfaatan.

"Karena kebiasaan yang kurang baik, ada kebiasaan menumpuk dana menjadi saldo rekening di bank tetapi tidak dikelola. Padahal amanahnya sebagai pengurus masjid bukan mengumpulkan dananya, tetapi bisa dikelola agar menjadi kemanfaatan," tuturnya.

Hal itu terlihat dari upaya Masjid Jogokariyan sejak tahun 2003. Saat itu pengeluaran masjid selama setahun mencapai sebesar Rp 43,2 juta, sementara infak Jumat kalau ditotal setahun hanya Rp 8,6 juta. Kemudian agar saldo masjid tidak terus menerus minus, mereka berupaya untuk meningkatkan kesadaran berinfak karena saat itu masjid belum punya modal untuk membentuk amal usaha.

Dulu pengurus masjid datang ke rumah-rumah dengan membawa proposal untuk meminta sumbangan untuk kegiatan masjid. Ini akan membuat para jamaah menyumbang dalam keadaan terpaksa. Kemudian para takmir masjid berupaya mengubah cara lama tersebut dengan masjid memberikan pelayanan kemudian masyarakat ditingkatkan kesadaran berinfaknya.

"Maka waktu itu diadakan gerakan jamaah mandiri, gerakan untuk mengajak jamaah ikut memikirkan masjid agar mereka memiliki kesadaran berinfak. Sampai akhirnya dikembangkan tidak hanya jamaah mandiri menjadi targetnya masjid mandiri," tutur Ustaz Haidar.

Kemudian pada tahun 2010, Masjid Jogokariyan berupaya mengembangkan amal usaha dengan membangun Islamic Center di samping masjid. Di lantai 3 Islamic Center dijadikan penginapan dengan 11 kamar untuk disewakan. Usaha itu menjadi menjadi badan usaha milik masjid, yang kemudian dapat menutupi kebutuhan masjid seperti listrik, air, kebersihan, dan kafalah untuk ustaz dan imam.

Dengan adanya badan usaha milik masjid (BUMM) tersebut, infak dari jamaah semua bisa digunakan untuk pelayanan terhadap jamaah.

"Sehingga masjid bisa memakmurkan jamaah. Sebagaimana Rasulullah yang dapat membuat masjidnya menjadi masjid terbaik sepanjang masa, beliau menjadi takmir terbaik sepanjang masa," katanya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement