Ahad 07 Sep 2025 11:03 WIB

Tembok Masjid Ghede Kauman Yogya Roboh Ditendang Sultan HB X, Jejak Banon di Sekaten Maulid Nabi

Tradisi Jejak Banon digelar delapan tahun sekali.

Raja Keraton Ngayogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X dalam prosesi Jejak Banon yang hanya dilakukan 8 tahun sekali, di Kompleks Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta, Kamis (4/9/2025), malam.
Foto: Intan Wulandari/ Republika
Raja Keraton Ngayogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X dalam prosesi Jejak Banon yang hanya dilakukan 8 tahun sekali, di Kompleks Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta, Kamis (4/9/2025), malam.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Intan Wulandari

Brak... tembok Masjid Ghede Kauman roboh dengan satu hentakan kaki dan dorongan tangan, Raja Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X, Kamis (4/9/2025) malam. Tumpukan bata dari tembok pun diinjak Sri Sultan sebagai bagian dari menjalankan tradisi Jejak Banon yang disambut meriah oleh ribuan warga Yogyakarta yang ikut menyaksikan prosesi tersebut.

Jejak Banon menjadi bagian dari Hajad Dalem Sekaten dalam rangka memperingati kelahiran Nabi Muhammad Shalallahu Alahi Wassalam. Prosesi ini menjadi magnet besar karena hanya digelar delapan tahun sekali, tepat saat kalender Jawa memasuki Tahun Dal.

Jejak Banon dilaksanakan delapan tahun sekali. Warga yang menyaksikan rangkaian sakral itu pun puas. Di tengah hiruk pikuk zaman, Jejak Banon tetap menjadi penanda kuat hubungan spiritual antara raja, rakyat, dan budaya Jawa.

"Sri Sultan Hamengku Bawono X jengkar (kembali ke Kedhaton) dengan prosesi jejak banon (menjejak tumpukan bata) melalui pintu butulan di sisi selatan Kagungan Dalem Masjid Gedhe," ujar Koordinator Rangkaian Prosesi Garebeg Mulud Dal 1959, KRT Kusumonegoro kepada wartawan, Kamis (4/9/2025) malam.

Prosesi Jejak Banon ini, menurut Kanjeng Kusumo, sarat makna filosofis sebagai lambang perubahan besar dalam tatanan budaya dan keagamaan. Ia juga menyampaikan bahwa keistimewaan Tahun Dal menjadi momentum spiritual yang erat kaitannya dengan lahirnya Rasulullah Shalallahu Alahi Wassalam.

"Inilah awal bahwa budaya Jawa atau budaya Islam ini selalu mendobrak tatanan-tatanan lama dalam hal-hal yang berkaitan dengan religius," ujarnya.

"Karena Nabi Muhammad Shalallahu Alahi Wassalam juga dikatakan lahir pada tahun Dal, sehingga ini menjadi cakrawala baru bagi orang Jawa terhadap agama baru masuk ke tanah Jawa," ucap dia menambahkan.

Jejak Banon, yang secara harfiah berarti 'menjejak tumpukan bata', adalah bagian dari ritual Jejak Benteng, sebuah prosesi simbolis yang kembali dilakukan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X di sisi selatan Masjid Gedhe Kauman, Yogyakarta. Tradisi keraton ini tak berlangsung setiap tahun, melainkan hanya digelar setiap delapan tahun sekali, tepat saat penanggalan Jawa memasuki Tahun Dal. Prosesi ini menyimpan nilai historis yang dalam. 

Dengan satu hentakan kaki atau dorongan tangan, Sultan merobohkan tumpukan bata yang menyumbat pintu butulan di benteng selatan masjid. Tindakan tersebut bukan sekadar simbolis, melainkan sarat makna.

Prosesi Jejak Banon terinspirasi dari kisah Pangeran Mangkubumi, yang kelak bergelar Sri Sultan Hamengku Buwono I, saat menyelamatkan diri dari kepungan musuh selepas shalat Jumat di Masjid Gedhe. Jalur pelarian itu diyakini melalui pintu butulan di sebelah selatan, yang kini menjadi titik utama dalam prosesi Jejak Banon.

Jejak Banon bukan semata-mata bagian dari ritual keagamaan dalam rangka Sekaten peringatan kelahiran Nabi Muhammad SAW, melainkan juga penanda historis tentang perlawanan dan pendirian Kasultanan Yogyakarta. Sebagai prosesi yang hanya digelar setiap Tahun Dal, Jejak Banon menjadi momen sakral dan sangat dinantikan. Tidak hanya oleh masyarakat Yogyakarta, tetapi juga oleh wisatawan dan pencinta budaya yang ingin menyaksikan langsung warisan leluhur yang masih terjaga hingga kini.

Jejak Banon digelar setelah pembacaan riwayat Nabi Muhammad SAW di dalam Masjid Gedhe Kauman. Sebelumnya, Sultan HB X terlebih dahulu memimpin prosesi nyebar udhik-udhik dengan menaburkan beras kuning dan uang logam kepada masyarakat, sebagai simbol berbagi rezeki dan keberkahan.

Setelah prosesi Jejak Banon, acara puncak Pisowanan Garebeg Dal akan berlangsung keesokan harinya, Jumat (5/9/2025) pukul 09.00 WIB, di Bangsal Kencana Keraton Yogyakarta. Dalam prosesi tersebut, Sultan akan melakukan tradisi mengolah nasi dari periuk Kanjeng Nyai Mrica, lalu membagikannya kepada para kerabat dan abdi dalem. Malam harinya, prosesi Bedhol Songsong menandai penutupan seluruh rangkaian Hajad Dalem Sekaten, dengan mencabut payung pusaka dari Kagungan Dalem Tratag Prabayeksa.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement