Ahad 26 Nov 2023 10:46 WIB

Spanyol akan Akui Negara Palestina Merdeka, Meski Uni Eropa tak Setuju

Kekerasan hanya akan menimbulkan lebih banyak kekerasan.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Yusuf Assidiq
Perdana Menteri Spanyol Pedro Sanchez.
Foto: AP Photo/Manu Fernandez
Perdana Menteri Spanyol Pedro Sanchez.

REPUBLIKA.CO.ID, OVIEDO --- Perdana Menteri Spanyol Pedro Sanchez mengatakan pada Jumat (24/11/2023), bahwa Madrid terbuka untuk secara sepihak mengakui negara Palestina merdeka, bahkan jika itu bertentangan dengan pendapat sebagian besar negara-negara Uni Eropa.

"Saya pikir sudah tiba saatnya bagi masyarakat internasional, terutama Uni Eropa dan negara-negara anggotanya, untuk mengakui negara Palestina," kata Sanchez kepada media dalam sebuah konferensi pers di sisi Mesir di penyeberangan perbatasan Rafah.

Ia lantas mengatakan bahwa idealnya, pengakuan tersebut dilakukan secara bersamaan dengan setidaknya beberapa negara anggota yang ikut serta.

"Namun jika tidak demikian, tentu saja, Spanyol akan mengambil keputusannya sendiri," ujar perdana menteri Spanyol yang baru saja terpilih kembali ini, yang sebelumnya telah bersumpah untuk mengakui negara Palestina sebagai prioritas dalam masa jabatannya mendatang.

Perdana Menteri Belgia Alexander De Croo bergabung dengan Sanchez dalam lawatannya ke Israel, Palestina, dan Mesir. Sepanjang perjalanan, kedua pemimpin menyerukan perlindungan bagi penduduk sipil di Gaza dan agar Israel menghormati hukum kemanusiaan internasional.

Pada Jumat, setelah konferensi pers mereka di perlintasan Rafah, Menteri Luar Negeri Israel Eli Cohen memerintahkan pemanggilan duta besar Spanyol dan Belgia di Tel Aviv untuk mendapatkan 'teguran keras'.

"Kami mengutuk klaim palsu dari Perdana Menteri Spanyol dan Belgia yang memberikan dukungan kepada terorisme," tulisnya di jejaring media sosial X, membela bahwa Israel "bertindak sesuai dengan hukum internasional."

Sementara pemimpin Belgia lebih terkendali dalam bahasanya, Sanchez mengatakan Israel tidak mengikuti hukum internasional dan menuduhnya melakukan 'pembunuhan tanpa pandang bulu' terhadap 'ribuan anak-anak' di Gaza. Sanchez juga dengan tegas mengutuk serangan Hamas pada 7 Oktober.

"Kekerasan hanya akan menimbulkan lebih banyak kekerasan. Kita harus mengganti kekerasan dengan harapan dan perdamaian. Inilah yang saya sampaikan kepada presiden dan perdana menteri Israel," kata Sanchez di perlintasan perbatasan Rafah.

Berbicara mengenai apakah Belgia akan mengakui Palestina, De Croo mengatakan prioritas pertama adalah membebaskan para sandera yang ditahan oleh Hamas dan membantu meringankan krisis kemanusiaan di Jalur Gaza. "Kemudian, kita harus duduk bersama dan mendiskusikan masalah ini," ujar dia.

 

Saat ini, sembilan dari 27 negara anggota Uni Eropa mengakui negara Palestina. Pada 2014, Swedia menjadi negara pertama yang melakukan hal tersebut selama menjadi negara anggota Uni Eropa.

Pada Jumat, perdana menteri Belgia dan Spanyol bertemu dengan Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi. Ia menyarankan agar komunitas internasional perlu mengambil kendali untuk perdamaian abadi di Israel dan Palestina.

"Kami membutuhkan pengakuan internasional atas negara Palestina, dan PBB perlu melakukan intervensi. Menuju ke arah ini akan mencerminkan keseriusan komunitas internasional untuk mencapai perdamaian di wilayah kami," ujarnya, menjelaskan idenya untuk negara Palestina yang didemiliterisasi dengan perbatasan tahun 1967, yang berpotensi dengan kehadiran pasukan internasional.

sumber : Anadolu Agency
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement