REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakaf hutan dinilai berpotensi menghasilkan karbon kredit. Dengan begitu, bisa semakin mendukung penurunan emisi global.
Executive Vice President Business Development Bursa Efek Indonesia (BEI) Ignatius Denny Wicaksono mengatakan, karbon kredit merupakan upaya mitigasi yang dilakukan perusahaan guna menurunkan emisi di dunia. Wakaf hutan pun, menurut dia, memiliki tujuan sama.
"Dari wakaf hutan, ingin tahan laju kredit dengan karbon kredit emisi dengan hutan itu. Jadi saya lihat ini hal menarik, kalau bisa diteruskan menjadi karbon kredit," ujarnya kepada Republika saat ditemui usai Talkshow Wakaf Hutan yang digelar Republika bersama Mosaic di Jakarta, Kamis (30/11/2023).
Ia melanjutkan, jika wakaf hutan bisa menghasilkan karbon kredit, manfaat atau nilai wakaf bisa diberikan kembali ke penerima manfaat. Apalagi, sambungnya, penetapan harga atau pricing dari karbon kredit hutan menarik bagi pembeli.
"Pricing dari karbon kredit menarik. Pembeli melihat quality arbsorb (menyerap) emisi lebih tinggi. Lalu ada additional benefit, mendukung lingkungan di sekitarnya, sosial aspek wakaf bantu sosial, jadi wakaf hutan sangat potensial," kata Denny menjelaskan.
Seperti diketahui, saat ini Indonesia baru memiliki bursa karbon di bawah naungan BEI. Ia menuturkan, karena bursa tersebut terbilang baru, maka sosialisasi terus digencarkan.
Jumlah perusahaan yang mendaftar bursa karbon pun, kata dia, terus bertambah setiap hari. Sejak 26 November lalu, pendaftar mencapai sekitar 60-an perusahaan.
Saat ini Republika bersama Mosaic dan menggandeng Hutan Wakaf Bogor juga tengah mengimplementasikan program Wakaf Hutan. Diharapkan kolaborasi itu bisa menjadi salah satu upaya efektif mengatasi krisis iklim.