REPUBLIKA.CO.ID, UNGARAN -- Kalangan pekerja dan buruh di Kabupaten Semarang mengaku kecewa terkait dengan hasil penetapan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) setempat 2024.
Pasalnya, dengan penetapan UMK 2024 tersebut, persentase kenaikan upah minimum di Kabupaten Semarang masih jauh dari aspirasi serta harapan yang selama ini mereka perjuangkan.
Sebelumnya, Penjabat (Pj) Gubernur Jateng telah menetapkan UMK 2024 melalui Surat Keputusan Gubernur Jateng Nomor 561/57 Tahun 2023 tanggal 30 November 2023.
Ketua DPD Konfederasi Serikat Pekerja Nasional (KSPN) Kabupaten Semarang, Sumanta mengatakan, berdasarkan surat keputusan gubernur itu, terungkap UMK Kabupaten Semarang 2024 ditetapkan sebesar Rp 2.582.287.
Jika dibandingkan dengan UMK 2023 (sebesar Rp 2.480.988), angka tersebut secara nominal hanya mengalami kenaikan Rp 101.299 atau 4,08 persen.
“Kami tentu saja kecewa dengan besaran kenaikan upah 4,08 persen tersebut aspirasi para pekerja tidak didengar,” jelasnya, saat dikonfirmasi Kamis (30/11/2023) malam.
Dijelaskan, dalam pembahasan di tingkat Dewan Pengupahan sebelumnya, anggota unsur serikat pekerja (SP)/serikat buruh (SB) walk out karena skema penghitungan menggunakan dasar PP Nomor 51 Tahun 2023.
Sebelumnya, anggota Dewan Pengupahan Kabupaten Semarang dari unsur SP/SB menghendaki agar formula penghitungan upah minimum 2024 mengabaikan itu.
“Demikian halnya, bupati Semarang juga tidak mengundang Aliansi Gerakan Masyarakat Pekerja Ungaran (Gempur) yang mewadahi serikat pekerja/buruh di Kabupaten Semarang untuk berembuk, tetapi langsung diputuskan,” ungkap dia.
Sementara itu, besaran kenaikan UMK Kabupaten Semarang tahun 2024 ini sesuai dengan yang diusulkan bupati Semarang kepada pj gubernur Jateng yakni 4,08 persen.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Semarang, M Taufiqur Rahman menjelaskan, Kabupaten Semarang mengusulkan besaran UMK 2024 sebesar Rp 2.582.287 atau naik 4,08 persen dibandingkan UMK tahun sebelumnya.
Menurutnya, proses pengusulan kenaikan UMK 2024 dengan mengacu PP Nomor 51 Tahun 2023 ini telah melalui proses dan mekanisme yang cukup panjang di tingkat Dewan Pengupahan.
“Nominal itu didapat dari penghitungan dengan mempertimbangkan komponen inflasi, pertumbuhan ekonomi, juga alfa atau indeks tertentu, termasuk dipertimbangkan UMK 2023,” jelasnya.