Selasa 21 May 2024 16:55 WIB

DBD di Klaten Sampai 512 Kasus, 26 Orang Dilaporkan Meninggal

Warga yang meninggal dunia akibat DBD di Klaten mayoritas masih usia anak.

Rep: Antara/ Red: Irfan Fitrat
(ILUSTRASI) Tenaga kesehatan mengecek kondisi kesehatan pasien demam berdarah dengue (DBD).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
(ILUSTRASI) Tenaga kesehatan mengecek kondisi kesehatan pasien demam berdarah dengue (DBD).

REPUBLIKA.CO.ID, KLATEN — Kasus penyakit demam berdarah dengue (DBD) di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah pada 2024 hingga Mei, dilaporkan meningkat dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Berdasarkan data Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Klaten, pada 2023 dilaporkan 159 kasus DBD, sedangkan tahun ini sudah mencapai 512 kasus.

Pada periode yang sama tahun lalu, dilaporkan ada sembilan orang yang meninggal dunia akibat DBD. Tahun ini, hingga pekan ke-20, menurut Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes Kabupaten Klaten Hanung Sasmito Wibowo, ada 26 orang yang meninggal dunia.

Baca Juga

Kepala Dinkes Kabupaten Klaten Anggit Budiarto mengatakan, kasus kematian akibat DBD ini mayoritas dialami anak berusia di bawah sebelas tahun. “Paling banyak usia tujuh tahun. Setahu kami, kasus (DBD) tertinggi di Bayat. Kalau kematian tertinggi di Pedan,” kata dia, Selasa (21/5/2024).

Anggit mengimbau masyarakat terus melakukan gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dalam upaya menekan potensi penyebaran penyakit DBD. “Itu wajib dan rutin. Bukan hanya insidental, tetapi rutin,” katanya.

Selain itu, Anggit mengimbau masyarakat segera membawa anggota keluarga yang mengalami gejala seperti terkena DBD ke fasilitas kesehatan. Misalnya, mengalami panas sampai dua hari. 

Ia pun mengingatkan soal masa kritis dari penyakit DBD ini. Menurut dia, biasanya kasus meninggal dunia akibat DBD ini lantaran terlambat ditangani.

“Panas di hari keempat turun, dikiranya sudah membaik, padahal itu masa kritis. Ada juga yang sudah dianjurkan ke rumah sakit, tetapi belum dibawa ke rumah sakit. Ada juga karena di rumah sakit A penuh, kemudian dirujuk ke tempat lain, tetapi sulit, masyarakat terus pulang dulu,” kata Anggit.

 

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement