Selasa 28 May 2024 07:24 WIB

WWF di Bali Dinilai Belum Jadi Solusi, Walhi Yogya Soroti Pencemaran Air Lindi di Piyungan

Tingginya tingkat pencemaran di Piyungan berpengaruh pada kualitas air.

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Fernan Rahadi
Pengunjung bermain air sungai di Pasar Kebon Pring, Piyungan, Bantul, Yogyakarta, beberapa waktu lalu.
Foto: Wihdan Hidayat / Republika
Pengunjung bermain air sungai di Pasar Kebon Pring, Piyungan, Bantul, Yogyakarta, beberapa waktu lalu.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA — Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Yogyakarta menyoroti terkait pencemaran air lindi di TPA Regional Piyungan, Kabupaten Bantul, DIY. Bahkan, Walhi Yogyakarta mengaitkannya dengan World Water Forum (WWF) ke-10 di Bali, di mana kegiatan tersebut dinilai belum menjadi solusi. 

Kadiv Kampanye Walhi Jogja, Elki Setiyo Hadi mengatakan, pada forum tersebut, Presiden Joko Widodo berpidato tentang pentingnya pengelolaan air. Namun, di DIY kualitas air masih menjadi permasalahan yang harus dihadapi warga. 

Ditegaskan Elki, mayoritas sungai dan air tanah di DIY mempunyai kualitas yang buruk, salah satu kasus pencemaran air dengan tingkat yang masif terjadi di sekitar TPA Piyungan. Dikatakan bahwa tingginya tingkat pencemaran di Piyungan berpengaruh pada kualitas air. 

"Hingga hari ini, sumber air warga tidak dapat dikonsumsi. Warga menggunakan air sumurnya hanya untuk mencuci dan mandi. Mereka tidak menggunakan airnya untuk memasak dan minum, karena telah tercemar air lindi," kata Elki, Ahad (26/5/2024). 

Elki menuturkan bahwa buruknya pengelolaan air di DIY bertambah dengan permasalahan tata kelola sampah yang juga buruk. Sampah-sampah organik yang tidak terkelola menimbulkan air lindi, sehingga mencemari sungai dan air tanah milik warga. 

Masyarakat yang tinggal di TPA Piyungan, kata dia, menjadi kelompok yang paling terdampak atas buruknya pengelolaan sampah yang berimbas pada pencemaran air lindi. Bahkan, air lindi tersebut telah mencemari sumber air tanah warga, sehingga warga di sekitar TPA Piyungan tidak dapat menggunakan airnya untuk minum dan kebutuhan sehari-hari akibat pencemaran air yang telah di atas ambang batas.

"Pencemaran air yang dihadapi warga tersebut telah menjadi masalah karena beberapa warga desa mengalami gangguan kesehatan. Tingginya kandungan klorin yang ada pada sumur-sumur warga akibat pencemaran air lindi menimbulkan terdapat warga yang terkena stroke. Zat-zat pencemar pada air lindi lain juga berpotensi menimbulkan penyakit-penyakit lain," ucap Elki. 

Meski begitu, penutupan TPA Piyungan juga sudah dilakukan mengingat diterapkannya kebijakan desentralisasi sampah sejak Mei 2024. Menurutnya, penutupan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah DIY merupakan langkah tepat. 

Namun, lanjutnya, penutupan TPA Piyungan masih menimbulkan berbagai pencemaran lingkungan yang mengancam kesehatan warga. Untuk itu, pihaknya menegaskan bahwa pemerintah daerah mempunyai tanggung jawab melakukan pemulihan atas kerusakan lingkungan yang terjadi. 

"Buruknya kualitas air dusun-dusun sekitar TPA Piyungan merupakan dampak dari buruknya tata kelola air lindi yang dilakukan oleh pengelola," jelasnya. 

Untuk itu, Walhi Yogyakarta mendorong pemerintah untuk segera membuat pengelolaan air lindi guna mencegah semakin masifnya pencemaran akibat air lindi. selain itu, pemerintah juga diminta melakukan pengelolaan sampah yang komprehensif, sehingga tidak membuat pencemaran semakin luas. 

"Forum-forum seperti World Water Forum harus ikut mendorong negara-negara seperti Indonesia membangun konsep pengelolaan air dengan prinsip berkeadilan, dan Walhi Yogyakarta mendorong adanya pemulihan lingkungan yang berdampak pada krisis air contohnya seperti yang terjadi di Piyungan," ungkap Elki. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement