Rabu 29 Oct 2025 18:46 WIB

Soroti Varietas Beras Unggul, Guru Besar UGM: Bisa Jadi Penentu Keberhasilan Program MBG

Pemerintah perlu memastikan beras yang disalurkan memiliki kualitas gizi memadai.

Rep: Wulan Intandari/ Red: Fernan Rahadi
Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM) sekaligus peneliti varietas padi Gamagora 7, Prof Taryono.
Foto: Wulan Intandari
Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM) sekaligus peneliti varietas padi Gamagora 7, Prof Taryono.

REPUBLIKA.CO.ID, KLATEN - Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas pemerintah Prabowo-Gibran menjadi salah satu langkah strategis dalam meningkatkan gizi anak sekolah dan menekan angka stunting nasional. Namun, di tengah maraknya kasus keracunan massal di sejumlah daerah yang diduga akibat bahan pangan yang tidak layak, sejumlah akademisi menyoroti kembali pentingnya kualitas bahan makanan, termasuk beras yang digunakan dalam program prioritas tersebut.

Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM) sekaligus peneliti varietas padi Gamagora 7, Prof Taryono menjadi salah satu yang menyoroti. Menurutnya keberhasilan MBG tidak cukup hanya diukur dari kuantitas distribusi pangan, tetapi juga dari mutu gizi dan keamanan pangan yang dikonsumsi para pelajar.

"Kalau kita bicara pangan bergizi, maka kualitas beras menjadi hal yang sangat penting. Jangan hanya melihat beras sebagai sumber karbohidrat, tetapi juga sebagai sumber protein dan mikronutrien yang bisa membantu mencegah stunting," kata Prof Taryono seusai acara 'Rembug Sesarengan UGM dengan Tema Ngolah Ilmu, Nandur Harapan: Inovasi UGM untuk Ketahanan Pangan Indonesia', yang di Desa Sekaran, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Klaten, Rabu (29/10/2025).

Ia mengatakan pemerintah perlu memastikan bahwa beras yang disalurkan melalui program MBG tidak hanya memenuhi aspek kuantitas, tetapi juga memiliki kualitas gizi yang memadai.

"Beras yang diberikan seharusnya masuk kategori premium bergizi. Dengan demikian manfaatnya bukan hanya membuat anak kenyang. Tapi juga membantu tumbuh kembang anak secara optimal," ungkapnya.

Gamagora 7 Bisa Jadi Solusi Beras MBG Bergizi

Lebih lanjut, Prof Taryono mengatakan pemerintah bisa mempertimbangkan penggunaan varietas beras unggul bergizi, seperti Gamagora 7, untuk memenuhi kebutuhan program MBG. Varietas yang dikembangkan oleh tim peneliti UGM ini, kata dia, memiliki kandungan protein, zat besi (Fe), dan seng (Zn) yang lebih tinggi dibandingkan varietas biasa, serta rasa nasi yang pulen dan disukai konsumen.

"Program Makan Bergizi Gratis ini bagus, tapi perlu dipastikan kualitas bahan pangannya. Gamagora 7 bisa saja digunakan untuk mendukung program nasional ini," ucapnya.

Selain unggul dari nilai gizi, varietas Gamagora 7 juga dinilai mampu mendukung aspek ketahanan pangan nasional. Dengan umur panen yang pendek, sekitar 95 hari di musim hujan dan 85 hari di musim kemarau, Prof Taryono mengatakan padi ini memungkinkan petani untuk melakukan panen hingga tiga kali setahun, sehingga produktivitas meningkat dan pasokan beras nasional lebih stabil.

"Petani bisa panen tiga kali setahun, artinya produksi beras nasional meningkat dan kaya gizi sehingga ketahanan pangan kita hanya soal kuantitas, tetapi juga kualitas," katanya.

"Bahkan ketika hujan berhenti dua minggu, lalu turun lagi dua minggu kemudian, tanamannya tetap bisa recovery dengan baik," ujar Prof Taryono menambahkan.

Selain cepat panen dan tahan terhadap iklim, produktivitas Gamagora 7 juga terbilang tinggi. Di lahan dengan kondisi optimal, hasilnya bisa mencapai 9–10 ton per hektar.

Varietas ini bahkan telah dibudidayakan di berbagai wilayah di Indonesia, mulai dari Klaten dan Purworejo (Jawa Tengah), Ngawi, Nganjuk, dan Blitar (Jawa Timur), hingga NTB, Sumatera Utara, dan Sulawesi Selatan. 

"Jadi saat harga beras naik dan langka, maka varietas ini bisa jadi pilihan," ujarnya.

Sebagai beras unggulan, Gamagora 7 dikategorikan sebagai beras premium kaya gizi. Produk turunannya bahkan sudah dikomersialisasi dalam bentuk beras “Presokazi” (Premium Rice Kaya Gizi), yang diolah dengan standar tinggi agar kandungan nutrisinya tetap terjaga. 

Karena kualitasnya tinggi, Prof Taryono menyebut harga beras Gamagora 7 di pasaran pun relatif lebih mahal dibanding beras biasa, yakni di atas Rp17.000 per kilogram, dengan kemasan dan kualitas yang dikontrol ketat.

"Itu yang saya ceritakan tadi kelebihan dari beras yang dihasilkan dari Gamagora 7 adalah kaya protein, kaya vitamin, kemudian kaya gizi. Ya, kami nyebutnya kaya gizi. Itu kelebihannya, rasanya enak," kata Taryono.

"Gamagora 7 agak mahal (harganya). Karena kami jualan mutu, ya. Kami mutu meskipun kami klaimnya beras premium khusus," ujarnya.

UGM Dorong Riset yang Berdampak untuk Masyarakat

Dalam kesempatan yang sama, Sekretaris Universitas Gadjah Mada, Andi Sandi Antonius Tabusassa Tonralipu menambahkan kampus memiliki tanggung jawab untuk memastikan hasil risetnya benar-benar memberi manfaat bagi masyarakat. 

Melalui Program Kampanye Tematik Sains dan Teknologi (Resona Saintek) yang didukung oleh Direktorat Diseminasi dan Pemanfaatan Sains dan Teknologi Kemdiktisaintek, UGM terus mendorong hilirisasi inovasi riset agar hasil penelitian seperti Gamagora 7 dapat diadopsi secara luas.

Dengan begitu, inovasi riset kampus tidak berhenti di laboratorium, tetapi terus menjadi bagian dari solusi nyata termasuk dalam meningkatkan ketahanan pangan nasional sekaligus memperkuat program gizi pemerintah seperti MBG.

"Temuan-temuan yang kami lakukan di UGM, kami inginnya tidak hanya berhenti di laboratorium saja atau di lapangan percobaan saja tetapi kami ingin itu juga membawa dampak khususnya dampak positif kepada masyarakat," ungkap Andi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement