Senin 22 Jul 2024 20:04 WIB

Viral Tambang Keruk Tanah di Samping Rumah Warga Gunung Kidul Yogya, Polisi: Ilegal

Viral video yang memperlihatkan eskavator mengeruk tanah bukit di samping rumah warga

Aktivitas tambang keruk tanah di Desa Serut, Gedangsari, Yogyakarta. (Ilustrasi)
Foto: Dok Republika
Aktivitas tambang keruk tanah di Desa Serut, Gedangsari, Yogyakarta. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Viral di media sosial video yang memperlihatkan aktivitas pertambangan tanah uruk di Desa Serut, Kecamatan Gedangsari, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Dalam video tersebut terlihat eskavator asyik mengeruk tanah bukit yang bersebelahan langsung dengan rumah warga. Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dit Reskrimsus) Polda DIY mengungkapkan dugaan tindak pidana pertambangan tanah urug tanpa izin atau ilegal.

Direktur Reskrimsus Polda DIY Kombes Pol Idham Mahdi mengatakan penindakan aktivitas pertambangan yang menggunakan dua unit eskavator di lokasi itu berlangsung pada 15 Juli 2024. "Saat dilakukan penindakan pelaku tidak dapat menunjukkan legalitas sebagaimana mestinya," kata dia saat konferensi pers di Yogyakarta, Senin (22/7/2024).

Idam menjelaskan, setelah berkoordinasi dengan Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan dan Energi Sumber Daya Mineral (PUP-ESDM) DIY ihwal perizinan dan titik koordinatnya diduga di lokasi itu masih dalam tahap eksplorasi, akan tetapi sudah berlangsung kegiatan produksi. Dengan ditemukannya aktivitas ilegal tersebut, kata dia, Kepolisian kemudian menyita sejumlah barang bukti, di antaranya dua unit eskavator, lima unit truk, serta beberapa dokumen, termasuk nota penjualan.

Polda DIY, kata Idham, masih melakukan penyidikan untuk menentukan tersangka. Sejumlah saksi telah diperiksa mulai dari pengelola berinisial MHS asal Klaten, Jawa Tengah, dua operator eskavator, helper, lima sopir truk, dan warga di sekitar lokasi tambang.

"Saat ini kami akan mendalami nanti kami simpulkan untuk menentukan tersangkanya. Pelakunya masih dalam lidik," ujar dia.

Dalam penanganan kasus tersebut, kata Idham, Kepolisian menerapkan Pasal 158 atau Pasal 160 ayat (2) Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2020 tentang perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batubara dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan denda maksimal Rp100 miliar bagi pelakunya.

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement