Ahad 28 Jul 2024 14:33 WIB

'Koordinasi, Komunikasi, dan Sinergi Antar Stakeholder Kunci Berantas Terorisme'

Deradikalisasi merupakan proses terencana, terpadu, sistematis, dan berkesinambungan.

Ilustrasi Terorisme
Foto: MgIT03
Ilustrasi Terorisme

REPUBLIKA.CO.ID, BATU -- Sesuai Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Republik Indonesia (BNPT RI) merupkan instansi yang diamanatkan sebagai koordinator antar lembaga dan instansi pemerintah dalam melaksanakan program deradikalisasi.

Untuk itu pelaksanaan program deradikalisasi bagi narapidana tindak pidana terorisme memerlukan keterlibatan petugas Lembaga Pemasyarakatan, Balai Pemasyarakatan, Idensos Densus 88 Antiteror, Polri dan unsur lembaga terkait sebagai kelompok kerja guna memaksimalkan tahapan-tahapan program deradikalisasi.

Hal tersebut dikatakan Deputi I Bidang Pencegahan, Perlindungan, dan Deradikalisasi BNPT RI Mayjen TNI Roedy Widodo pada pembukaan Rapat Koordinasi Pelaksanaan Program Deradikalisasi Dalam Lembaga Pemasyarakatan di Hotel Golden Tulip Holland Resort, Batu, Jawa Timur, beberapa waktu lalu.

“BNPT tidak dapat berjalan sendirian, sehingga Rapat Koordinasi yang ini adalah bentuk koordinasi, jaring komunikasi dan sinergisitas antar stakeholder terkait sebagai kelompok kerja guna memaksimalkan tahapan-tahapan program deradikalisasi, sehingga memperlancar program deradikalisasi,” ujar Deputi I BNPT.

Deradikalisasi merupakan proses yang  terencana, terpadu, sistematis, dan berkesinambungan, oleh karena itu tambah Roedy, menangani terorisme bukanlah persoalan yang mudah.

Ia menjelaskan bahwa BNPT melalui Subdit Deradikalisasi Dalam Lapas telah merumuskan bahan untuk menjalankan program deradikalisasi.

“Kami telah menyiapkan Bahan Perumusan Kebijakan dan Strategi Pembinaan Dalam Lembaga Pemasyarakatan, Pemantauan, Evaluasi, dan Pelaporan Pelaksanaan Program Pembinaan Dalam Lembaga Pemasyarakatan,” jelasnya.

Lebih lanjut Roedy mengungkapkan bahwa konsep program deradikalisasi bagi narapidana tindak pidana terorisme merupakan program berkelanjutan yang melibatkan tahapan identifikasi, rehabilitasi, reedukasi, dan reintegrasi sosial.

“Semua tahapan ini harus memiliki ukuran, sasaran, dan target yang terukur serta dapat dipertanggungjawabkan baik secara ilmiah maupun dari segi kebijakan”, tambahnya.

Seperti diketahui, ungkap Roedy, pada tanggal 30 Juni 2024 lalu sebayak 16 pentolan Jamaah Islamiyyah (JI) menyatakan pembubaran organisasi tersebut dan berkomitmen kembali ke NKRI.

Dirinya berharap dengan bubarnya JI yang diawali oleh para pimpinannya akan diikuti oleh jamaah di bawahnya.

“Namun tentunya hal tersebut akan berdampak pada proses penanganan narapidana tindak pidana terorisme di lembaga pemasyarakatan,” jelasnya.

Pada kesempatan ini, Roedy menjelaskan bahwa program deradikalisasi yang dilakukan Pemerintah Indonesia melalui BNPT telah diakui sebagai salah satu role model bagi penanganan terorisme dengan pendekatan lunak yang diapresiasi dunia internasional.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement