Jumat 18 Oct 2024 23:58 WIB

Buruh Jawa Tengah Tuntut UMP Jateng 2025 Naik 17 Persen

Buruh-buruh di Jateng dalam kondisi yang cukup rentan.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Karta Raharja Ucu
Ratusan buruh demo menuntut kenaikan UMK (ilustrasi).
Foto: Republika/Rusdy Nurdiansyah
Ratusan buruh demo menuntut kenaikan UMK (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Aliansi Buruh Jawa Tengah (ABJAT) dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Jawa Tengah (Jateng) meminta upah minimum provinsi (UMP) 2025 naik sebesar 17 persen. Permintaan itu sudah disampaikan kepada Pj Gubernur Jateng Nana Sudjana dalam Dialog Sosial Ketenagakerjaan Serikat Kerja-Serikat Buruh yang digelar Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Jateng pada Rabu (16/10/2024).

Sekretaris KSPI Jateng Aulia Hakim mengungkapkan, permintaan kenaikan UMP sebesar 17 persen tidak dihitung menggunakan rumus yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023 tentang Perubahan Atas PP Nomor 35 Tahun Tahun 2021 tentang Pengupahan. Aulia mengatakan, PP Nomor 51 Tahun 2023 merupakan turunan dari Undang-Undang (UU) Cipta Kerja (Ciptaker).

Aulia menjelaskan, PP Nomor 51 Tahun 2023 mengatur dua rumusan. "Rumusan pertama, penyesuaian itu berdasarkan inflasi, ditambah pertumbuhah ekonomi, dikali indeks. Rumusan kedua, pertumbuhan ekonomi dikalikan indeks. Artinya pertumbuhan ekonomi yang diatur dalam PP 51 itu dibutuhkan variabel yang namanya konsumsi per kapita," katanya ketika dihubungi Republika, Jumat (18/10/2024).

Dia mengungkapkan, jika PP Nomor 51 Tahun 2023 digunakan dalam penentuan UMP 2025, nominal upah di Jateng akan semakin tertinggal dari provinsi lain. Karena itu, ABJAT dan KSPI Jateng menyusun rumus alternatif untuk menentukan UMP.

Dalam hal ini, mereka mengganti variabel indeks tertentu yang tertuang dalam PP Nomor 51 Tahun 2023 dengan Komponen Hidup Layak (KHL). Untuk menentukan KHL, dilakukan survei terhadap berbagai harga kebutuhan yanh jumlahnya lebih dari 60 item. "Kalau kami kalkulasi dengan rumus inflasi plus pertumbuhan ekonomi dikalikan indeks, itu rata-rata kenaikannya sudah 17 persen menurut kami," ungkap Aulia.

Dia berharap Pemprov Jateng bisa mengakomodasi permintaan kelompok buruh terkait kenaikan UMP 2025. "Kenaikan 17 persen pun menurut kami masih jauh panggang daripada api. Tapi setidaknya bisa memberi buruh sedikit untuk bisa bertahan dalam posisi daya beli yang saat ini menurun 30 persen di Jawa Tengah," katanya.

Aulia menjelaskan, pembahasan dan pengkajian terkait besaran UMP 2025 bakal dilakukan Dewan Pengupahan Provinsi. Dewan tersebut terdiri dari perwakilan pengusaha, buruh, dan pemerintah.

"Tapi kewenangannya memang ada di Pak Pj Gubernur (Jateng)," ujar Aulia.

Dia mengatakan, Pemprov Jateng akan memutus UMP 2025 pada 21 November 2024 mendatang. Disusul dengan keputusan upah minimun kabupaten/kota pada 30 November 2024.

"Kami berharap keputusan Bapak Nana Sudjana bisa mencerminkan rasa keadilan bagi teman-teman buruh Jawa Tengah," ucapnya.

Menurut Aulia, buruh-buruh di Jateng dalam kondisi yang cukup rentan. "Teman-teman buruh ini kalau dalam pertandingan sudah tidak bisa menyerang. Hanya bisa bertahan dalam kondisi PHK yang sangat besar dengan daya beli menurun. Buruh ini sudah bener-bener tidak punya apa-apa," katanya.

Menurut Aulia, kenaikan UMP pada periode 2023 ke 2024 berada pada kisaran empat persen. Hanya terdapat dua daerah yang melampaui persentase tersebut, yakni Kabupaten Jepara (8,4 persen) dan Kota Semarang (6 persen).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement