REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Polda Jawa Tengah (Jateng) mengatakan masih harus melengkapi persyaratan untuk menetapkan tersangka dalam kasus dugaan perundungan dan pemerasan yang dialami Aulia Risma Lestari (ARL), mahasiswi PPDS Anestesia Universitas Diponegoro (Undip). Mereka berencana menambah keterangan dua saksi dari ahli pidana pekan depan.
"Rencana minggu depan masih ada penambahan dua orang saksi lagi dari ahli pidana," kata Dirkrimum Polda Jateng Kombes Pol Dwi Soebagio ketika ditanya awak media di Mapolda Jateng tentang perkembangan penyidikan kasus ARL, Jumat (1/11/2024).
Meski saat ini kasus dugaan perundungan dan pemerasan terhadap ARL sudah naik ke tahap penyidikan, namun Polda Jateng belum menetapkan tersangka. Diwawancara bersama Dwi Soebagio, Kabid Humas Polda Jateng Kombes Pol Artanto mengungkapkan, pihaknya tak mengalami kendala apa pun dalam proses penyidikan kasus ARL.
Artanto mengatakan, saat ini proses pelengkapan persyaratan untuk penetapan tersangka masih terus dilakukan. "Itu memang suatu kewajiban seorang penyidik untuk menaikkan menjadi tersangka," ujarnya.
"Jadi kita serius dan kita hati-hati, jangan sampai kita asal-asalan. Sehingga kita harus betul-betul memenuhi unsur, baru kita bisa menetapkan tersangkanya. Jadi semua berproses," tambah Artanto.
Sebelumnya Artanto mengungkapkan, Polda Jateng belum memanggil atau memeriksa saksi baru dalam penyidikan kasus ARL. "Saksi masih yang lama, ada 48 saksi. Itu yang kita dalami. Jadi pemeriksaan tidak hanya sekali, bisa sampai dua atau tiga kali. Dikaitkan dengan bukti-bukti supaya bukti itu sinkron antara keterangan dengan fakta di lapangan," katanya kepada Republika, 23 Oktober 2024 lalu.
Artanto pun enggan membocorkan siapa potensi tersangka dalam kasus ARL. "Nanti kalau sudah betul-betul kita tetapkan tersangkanya baru kita sampaikan secara resmi," ujarnya.
Polda Jateng batal mengumumkan tersangka kasus dugaan perundungan dan pemerasan terhadap ARL yang seharusnya dilakukan pada 15 Oktober 2024 lalu. Kendati demikian, kasus tersebut kini sudah naik ke tahap penyidikan.
Polda Jateng sudah melaksanakan gelar perkara guna menganalisis perkembangan penyidikan kasus dugaan perundungan terhadap ARL pada Selasa pekan lalu.
"Dari hasil rapat gelar hari ini yang dipimpin Direktur Kriminal Umum beserta peserta lain, baik dari saksi ahli, kemudian Biro Wassidik Bareskrim Polri, kemudian Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, dan internal kita baik dari Propam, Itwasda, Bitkum Polda, dan Wassidik Krimum Polda Jawa Tengah, menyampaikan bahwa masih perlu adanya pendalaman terhadap kasus tersebut," ungkap Kabid Humas Polda Jateng Kombes Pol Artanto di Mapolda Jateng, 15 Oktober 2024 lalu.
ARL ditemukan meninggal di kamar kosnya di Lempongsari, Gajahmungkur, Semarang, Jawa Tengah, pada 12 Agustus 2024. Merespons dugaan bunuh diri dan perundungan yang dialami ARL, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) akhirnya memutuskan membekukan pelaksanaan PPDS Anestesia Undip di RSUP Dr.Kariadi Semarang.
Keluarga ARL melaporkan kasus dugaan perundungan ke Polda Jateng pada 4 September 2024. Kuasa hukum keluarga ARL, Misyal Achmad, mengungkapkan, selain menghadapi perundungan, ARL juga mengalami pemerasan yang dibungkus sebagai iuran angkatan. Iuran tersebut sebagian besar digunakan untuk memenuhi kebutuhan para mahasiwa senior. Menurut Misyal, sejak ARL menjadi mahasiswa PPDS Anestesia Undip pada 2022, pihak keluarga telah mengeluarkan Rp225 juta untuk membayar iuran angkatan.
Undip dan RSUP Dr.Kariadi awalnya menyangkal adanya praktik perundungan dalam pelaksanaan PPDS. Namun sebulan pasca kematian ARL, tepatnya pada 13 September 2024, Undip dan RSUP Dr.Kariadi akhirnya mengakui bahwa praktik serta budaya perundungan memang terjadi di PPDS. Kedua lembaga tersebut pun menyampaikan permintaan maaf kepada publik dan pemerintah.