Senin 27 Jan 2025 14:18 WIB

Ichsanuddin Noorsy: Pejabat Pengelola Danantara tak Boleh Berpihak ke Asing

Alotnya pendirian Danantara tak lepas dari tarik-menarik banyak pihak.

Pengamat Ekonomi Ichsanuddin Noorsy
Foto: Antara
Pengamat Ekonomi Ichsanuddin Noorsy

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat ekonomi Ichsanuddin Noorsy mengatakan pembentukan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) harus menjadi perhatian serius semua pihak yang ingin Indonesia maju. Ia pun memberikan masukannya meskipun saat ini Danantara sudah dibahas dalam RUU BUMN.

Menurut Ichsanuddin, yang terpenting adalah Presiden Prabowo harus turun tangan langsung mengawal pembentukan Danantara. Para pejabat yang mengelola Danantara juga harus berpihak pada kepentingan dalam negeri.

"Jika itu dilakukan, semua akan beres. Kata kunci lainnya adalah pejabat yang mengelola Danantara tidak boleh menjadi pengkhianat. Tidak boleh berpihak pada asing. Harus tegas menyatakan bahwa ia berpihak pada domestik atau kepentingan negara dan bangsa di atas segala-galanya," katanya dalam keterangannya, Senin (27/1/2025).

Ichsanuddin menegaskan bahwa Danantara ini tidak hanya sekedar membutuhkan tim yang memiliki kompetensi semata. Namun, dibutuhkan juga komitmen keberpihakan dalam negeri atau domestik. Kemudian sikap jujur di atas segala-galanya.

“Yang terpenting, harus berani berani mencopot baju dan jaketnya bahwa dia bekerja untuk bangsa dan negara, bukan untuk pribadi atau pun kelompoknya. Kata kuncinya, Tim Danantara ini harus cerdas, kompeten dan memiliki public accountability yang tinggi," ujarnya.

Ichsanuddin Noorsy, menggarisbawahi bahwa alotnya pendirian Danantara ini tak lepas dari tarik-menarik semua pihak yang memiliki kepentingan dengan Danantara ini, terutama yang menolak berdirinya Danantara.

"Selama model Danantara seperti sekarang ini, tarik-menarik itu pun tak akan pernah selesai. Tak lagi sekedar kekuasaan, tapi lebih dari itu, yakni perebutan duit," kata Ichsanuddin.

Berbicara tentang Danantara, Ichsanuddin mengaku teringat ketika berkesempatan berbincang dengan Prabowo pada tahun 2019 bersama Rizal Ramli (alm). Saat itu, Prabowo mencalonkan diri menjadi Presiden Republik Indonesia.

Ichsanuddin mengagas dua pemikiran strategis yakni restrukturisasi aset karena aset-aset negara dinilai telah dikuasai oleh korporasi domestik maupun asing. Gagasan besar lainnya, berkaitan dengan pendirian Badan Penerimaan Negara (Internal Revenue Services).

Gagasan tentang restrukturisasi aset, kata Ichsanuddin, tak lepas dari kondisi negara saat itu, di mana yang dibutuhkan adalah real time report terkait dengan produksi energi serta pertambangan minyak dan gas dalam negeri.

Ada praktik yang berpotensi merugikan negara yang dilihatnya di tiga sektor tersebut. Mulai dari rekayasa real production, manipulasi investasi agar memperoleh tax holiday hingga strategic transfer pricing, mengubah pendapatan menjadi biaya sehingga tidak harus membayar pajak secara optimal.

Menurutnya, kehadiran Danantara bisa menyelesaikan rekayasa dan hal-hal negatif tersebut. Karena konsep Danantara berkaitan aset tangible dan intangible agar bisa dikelola secara optimal.

"Jika Danantara bisa mengelola semuanya dengan baik terutama terkait restrukturisasi aset, saya pernah menyampaikan ke Prabowo bahwa target utang selama lima tahun akan lunas, dengan catatan selama lma tahun tidak bikin utang baru," katanya.

Setidaknya, kata Ichsanuddin, ada lima hal yang saat ini dihadapi oleh Indonesia, dan itu harus bisa diselesaikan oleh Danantara. Ia menyebutnya sebagai ‘5 as Crisis’. Mulai dari krisis food, fuel, financial, industri ICT luar, dan peradaban luar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement