REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perayaan Imlek atau Tahun Baru Cina merupakan momen sukacita bagi warga Tionghoa di seluruh dunia. Perayaan yang juga dikenal dengan sebutan Lunar Festival ini tidak hanya soal memperingati tahun baru pada kalender Tionghoa, namun juga sebagai lambang datangnya awal baru yang membawa harapan dan keberuntungan.
Mantan Ketua DPP (Dewan Pimpinan Pusat) Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI), H. Denny Sanusi, menjelaskan ditetapkannya Imlek sebagai salah satu hari libur nasional menandakan kondisi kebinekaan Indonesia yang semakin terjaga.
“Berkah perayaan Imlek dapat dirasakan oleh seluruh etnis Tionghoa dengan semakin berkurangnya sentimen negatif yang biasanya dihembuskan seiring dengan ajang politik tertentu,” ujar Denny di Jakarta, Rabu (29/1/2025).
Imlek juga menjadi salah satu kesempatan besar bagi warga Tionghoa untuk menunjukkan pentas budayanya kepada masyarakat luas, sehingga kesan warga Tionghoa yang cenderung menutup diri menjadi semakin sirna.
"Pada perayaan Imlek ini pula ikut mengingatkan kami atas kebijaksanaan Pemerintah Indonesia yang telah menetapkan Konghucu sebagai agama ke-6 di Indonesia. Hal ini tentu sangat berarti bagi kami karena mayoritas warga Tionghoa beragama Konghucu, sehingga semua yang dulu dianggap tabu di masyarakat Indonesia sudah diakui negara dengan keluarnya kebijakan ini," ungkap Denny.
Dirinya juga mengapresiasi keterlibatan warga non-Tionghoa dalam perayaan Imlek dari tahun ke tahun. Denny menilai bahwa hal ini akan sangat baik bagi masyarakat dalam mengenal kebudayaan lain selain apa yang pernah dikenal dari tempat asalnya. Menurutnya, pertukaran kebudayaan ini bisa semakin mempererat tali silaturahmi antar golongan masyarakat.
“Saat ini sudah makin sering dijumpai bahwa permainan barongsai dan liong itu bukan hanya dimainkan oleh orang Tionghoa saja, namun saudara-saudara kita dari etnis lain juga sudah banyak yang mempelajari dan memainkannya. Selain itu, momentum Imlek juga dikenal dengan ragam kulinernya yang juga bisa dibagikan kepada tetangga atau teman yang beragama Islam, seperti dodol atau kue keranjang," ujar Denny.
Mengenai perayaan Imlek yang ramai dihadiri oleh hampir seluruh masyarakat, baik etnis Tionghoa maupun non-Tionghoa, Denny menerangkan hal ini terjadi karena Imlek bukan perayaan agama. Imlek adalah perayaan budaya, sehingga banyak pula warga etnis Tionghoa yang beragama Islam juga merayakannya.
"Jadi seluruh etnis Tionghoa di seluruh dunia itu merayakan Imlek, karena ini adalah perayaan lintas agama. Kebetulan di Indonesia banyak warga Tionghoa beragama Buddha dan Konghucu, sehingga ada ritual peribadatan yang mereka jalankan sembari merayakan Imlek. Nah, kalau saya sendiri sebagai Muslim tetap merayakan Imlek dalam konteks kebudayaan. Bagi saya, perayaan Imlek membuat saya bersyukur karena hubungan silaturahim dengan sesama warga Tionghoa dapat dibangun melalui pintu kebudayaan," ujarnya.
Selain itu, sebagai salah satu perwakilan warga Tionghoa muslim yang tergabung dalam PITI (Persatuan Islam Tionghoa Indonesia), Denny menambahkan pentingnya keseriusan semua pihak dalam menjembatani komunikasi antar etnis. Dalam hal ini, PITI telah konsisten berpartisipasi aktif dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat dan bekerja sama dengan ormas Islam lainnya, seperti NU dan Muhammadiyah.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Lembaga Persahabatan Ormas Islam (LPOI) ini berujar bahwa ormas PITI memanfaatkan kesamaan platform agama untuk menjalin komunikasi secara meluas terhadap golongan masyarakat yang sangat beragam. Ia menginginkan agar tidak ada lagi perbedaan yang dapat memunculkan konflik horizontal antara etnis Tionghoa dengan etnis lainnya di Indonesia.
Dirinya mengajak kepada seluruh warga Tionghoa agar bisa mencintai NKRI dengan sepenuh hati. Terlepas dari suka ataupun tidak, faktanya Indonesia adalah tempat kelahiran dan berpulang bagi banyak warga Tionghoa.
Denny pun mengimbau bagi warga non Tionghoa agar menerima etnis Tionghoa sebagai saudara setanah air, jangan membeda-bedakan golongan tertentu hanya karena warna kulitnya tidak sama dengan yang lain.
Denny berharap agar perayaan Imlek bisa menjadi kesempatan bagi warga Tionghoa untuk membuka diri dan berbaur dengan masyarakat luas. Dengan saling mengenal dan percaya terhadap lintas golongan, masyarakat secara luas dapat bahu-membahu membangun Indonesia tercinta.
“Saya optimistis terhadap generasi muda Tionghoa yang semakin terbuka dan berwawasan luas, sehingga mampu lebih dewasa dalam menyikapi perbedaan di masyarakat. Kita semua harus saling membuka diri dan mampu memanfaatkan persamaan ataupun perbedaan keimanan dan kebudayaan sebagai peluang untuk bisa menjalin komunikasi," kata Denny.