REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso, mengungkapkan bahwa tidak boleh ada lembaga negara yang bersifat super body alias lembaga yang memiliki kewenangan yang berlebihan.
"Jadi tidak boleh ada di negara demokrasi itu satu lembaga atau institusi atau person yang super body. Dia harus mau dikoreksi dengan hukum dan sistem hukum yang baik,” ungkapnya saat menjadi pembicara dalam acara diskusi publik ‘Dominus Litis RUU KUHAP: Potensi Munculnya Lembaga Super Bodi Baru’ yang digelar di Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta, Kamis (13/3/2025).
Sugeng menilai, isu dan wacana menambah kewenangan Kejaksaan atau Dominus Litis dalam RUU KUHAP akan berpotensi memunculkan lembaga yang tidak bersih atau korup.
"Jadi kekuasaan itu jika berlebihan akan cenderung melakukan korupsi, penyalahgunaan kewenangan. Kalau super body ya begitu. Jaksa memiliki potensi menyalahgunakan wewenang lebih besar," ujarnya.
Untuk itu, Sugeng mengatakan, kewenangan masing-masing lembaga dalam hal ini lembaga penegak hukum sebaiknya tidak berlebihan dan dikembalikan kepada aturan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 saja.
"Berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang Dasar, polisi kewenangannya melakukan perlindungan, pengayoman dan satu lagi penegakan hukum. Jaksa ya melakukan penuntutan dan melaksanakan putusan pengadilan," katanya.
Sebelumnya, sejumlah akademisi kampus menyoroti kewenangan kejaksaan di dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) yang berpotensi menjadi lembaga super body. RUU KUHAP saat ini masih dalam tahap pembahasan.
Guru Besar UPI bidang pendidikan dan hukum Prof Cecef Darmawan menilai, RUU KUHAP harus dikritisi agar tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan. Salah satunya tentang penyelidikan dan penyidikan dari kepolisian kepada kejaksaan.
"Jika ini terjadi, kejaksaan bisa menjadi lembaga super body yang dikhawatirkan nanti akan terjadi abuse of power (penyalahgunaan kekuasaan)," ucap Plh Ketua Program Studi Ilmu Hukum UPI tersebut dalam sebuah diskusi yang digelar Lingkar Studi Rakyat Berdaulat, belum lama ini di Bandung.
Ia melanjutkan pembahasan RUU KUHAP harus terbuka dan melibatkan partisipasi masyarakat. Termasuk mulai dari perencanaan hingga peninjauan, publik harus mendapatkan akses untuk mengkritisinya.