REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Harga kelapa menjelang Lebaran 2025 melambung tinggi. Seorang pedagang kelapa di Pasar Gondangdia, Jakarta Pusat, Subroto (50 tahun) mengeluhkan kenaikan harga kelapa dan menyerukan perlu dilakukan aksi demonstrasi untuk menyuarakan aspirasi atas kondisi mencekik tersebut.
Ia mengungkapkan harga kelapa saat ini berada di angka Rp 15.000 per butir, dengan modal di angka Rp 11.500 per butir. Jauh lebih tinggi dibandingkan harga normal di angka Rp 10.000 per butir yang modalnya berkisar di Rp 5.000-Rp 6.000 per butir.
Dia menuturkan, kenaikan harga kelapa hingga 50 persen tersebut sudah terjadi sejak lima bulan yang lalu, saat Presiden RI Prabowo Subianto dilantik. "Kudunya demo nih, biar harga standar lagi. Ini ada apa nih, kenapa bisa naik begini," ungkap Subroto kepada Republika di Pasar Gondangdia, Jakarta Pusat, Kamis (20/3/2025).
Mengenai penyebab harga naik signifikan, Subroto mengatakan, diduga karena kelapa banyak diekspor ke luar negeri, sehingga pasokan di dalam negeri menjadi terganggu. Walhasil harga komoditas tersebut pun menjadi terkerek. "Dari dulu kan enggak pernah ada modalnya Rp 11.500. Sekarang (stok) masuk dari Kulon, dari Banyuwangi. Dari Jawa Timur dulu enggak masuk ke sini, saking kekurangan kelapa, dari Jawa pun masuk," jelasnya.
Subroto mengatakan, selama lima bulan terakhir ini, para konsumennya banyak yang mengeluhkan harga kelapa yang tinggi. Terutama para konsumen yang berdagang makanan/minuman yang menjadikan kelapa sebagai salah satu bahan dasarnya.
Akibatnya pula, volume penjualan kelapa Subroto juga mengalami penurunan. Menurut pengakuannya, saat ini penjualan kelapa berkisar di 50-75 butir saja per hari, sedangkan pada saat normal bisa lebih dari 100 butir.
Subroto menegaskan pemerintah harus memberikan atensi pada kondisi para pedagang kelapa saat ini dengan melakukan langkah yang pro pada masyarakat. Menurut dugaannya, pemerintah seharusnya sudah tahu kondisi itu, karena terjadi selama berbulan-bulan dan dirasakan oleh masyarakat luas. Jika tidak ada respons juga, menurutnya demo adalah opsi yang tepat.
"Kalau demo harus kompak semua, keluhannya gimana. Keluhannya kan kelapa diekspor. Pemerintah harus dengerin pendapat masyarakat. Itu (membiarkan harga terus melambung) kan nyakitin masyarakat, enggak pro masyarakat," jelasnya.