Rabu 16 Apr 2025 17:17 WIB

Dinas Kesehatan Gunungkidul Pantau 25 Warga yang Terpapar Antraks 

Puluhan warga itu melakukan kontak langsung dengan sapi yang mati dan disembelih.

Rep: Wulan Intandari/ Red: Fernan Rahadi
Tradisi Mbrandu dan Wabah Antraks di Gunungkidul
Foto: infografis Republika
Tradisi Mbrandu dan Wabah Antraks di Gunungkidul

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Kasus antraks kembali merebak di Kabupaten Gunungkidul. Setidaknya ada 25 warga di Kalurahan Bohol, Rongkop, dan  Kalurahan Tileng, Girisubo yang kondisinya terus dipantau oleh Dinas Kesehatan pasca-terpapar antraks.

Puluhan warga itu diketahui melakukan kontak langsung dengan sapi yang mati dan disembelih. Kepala Dinkes Gunungkidul, Ismono menyampaikan dari hasil pengambilan sampel terhadap warga yang mengalami luka mirip antarks, ada tiga warga dari Kalurahan Tileng, Girisubo dinyatakan positif antraks dan seorang warga suspek, sementara di Kalurahan Bohol, Rongkop seorang warga dinyatakan suspek antraks.

"Total ada tiga warga positif dan dua warga lainnya masuk kategori suspek,” kata Ismono, saat dihubungi, Rabu (16/4/2025).

Ismono menegaskan bahwa penyakit Antraks adalah penyakit yang bisa menular dari hewan dan terjangkit ke manusia. Para warga yang dipantau kondisinya ini, lanjutnya, tidak mengalami gejala apa pun.

Namun karena dari temuan ada warga yang berperan menyembelih hingga membantu pengangkutan bangkai ternak tersebut, maka kesehatannya harus terus dipantau mengingat masa inkubasi virus berlangsung selama 60 hari.

“Kalau dilihat dari inkubasi virus, pengawasan dan pemantauan akan berlangsung hingga Mei mendatang,” ucapnya.

Saat ditanya terkait ciri-ciri seseorang yang terjangkit antraks, Ismono menjelaskan terdapat luka terbuka di kulit yang berbentuk bulat dan di sekitarnya meradang merah. Di tengahnya terdapat keropeng, bagian atasnya kering namun kadang dapat diangkat, sementara luka di bawahnya basah.

Gejala penyakit ini, selain infeksi melalui kulit, juga bisa menyerang saluran pencernaan dan pernafasan pada manusia. Mulai dari mual, sesak nafas, mudah lelah, diare hebat, nyeri dada dan lainnya.

"Mereka juga mengalami panas tinggi selama tiga sampai lima hari. Kalau luka lesi bulat satu-satu, itu yang menjadi ciri khusus," ungkapnya.

"Pada kondisi ini, Antraks memiliki dampak mortalitas (kematian) yang tinggi dibanding luka infeksi. Jadi pasien harus mendapatkan penanganan medis yang tepat, kalau tidak bisa fatal," ujarnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan, Wibawanti, menegaskan bahwa pihaknya hanya membatasi pergerakan hewan yang menunjukkan gejala sakit. Pihaknya tidak melakukan larangan terhadap hewan keluar dari Girisubo dan Rongkop selama kondisi hewannya sehat dan mendapat pengawasan medis.

“Kalau (hewan ternak) sakit, jelas tidak boleh keluar,” ujar Wibawanti.

Dia juga menyampaikan Tim dari Dinas Peternakan tengah menghitung zona sebaran dan merancang strategi vaksinasi untuk mencegah penularan lanjutan. Rencana vaksinasi pun pada dilakukan akhir April dimulai dari dua titik prioritas.

Petugas juga sudah memberikan antibiotik kepada kepada 233 kambing dan 15 sapi yang berada di wilayah terdampak, terutama di desa-desa seperti Gombang, Kapanewon Ponjong, dan Kalurahan Candirejo, Kapanewon Semanu, yang pernah tercatat mengalami kejadian serupa.

“Kita juga waspada di wilayah yang pernah muncul antraks,” katanya.

Selain itu, edukasi kepada masyarakat juga disampaikan agar tidak menjual ternak yang sakit. Karena ketika masyarakat menjual hewan sakit, kasus tidak akan pernah selesai. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement