REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA - Tagar Indonesia Gelap atau #IndonesiaGelap yang pernah menjadi trending topic di media sosial X menjadi alarm sekaligus peringatan kepada pemerintah atas ketakutan masyarakat Indonesia terhadap nasib masa depan bangsa. Berbagai gelombang protes juga sempat dilakukan oleh kalangan pemuda, mahasiswa, serta masyarakat sipil pasalnya mereka menilai bahwa berbagai isu hingga kebijakan pemerintahan Prabowo-Gibran itu tidak berpihak apalagi mendukung kepentingan rakyat.
Alhasil banyak yang mengkhawatirkan dan meragukan gagasan mengenai 'Indonesia Emas 2045' itu bisa tercapai. Menanggapi situasi tersebut, Anggota Dewan Pembina Partai Gerindra, Dr Cornelius D. Ronowidjoyo dalam acara seminar kebangsaan sekaligus peluncuran Gerakan Kebangsaan Indonesia Terang (GKIT), mengatakan Indonesia bisa meraih 'Emas' atau justru 'Cemas' tergantung pada bagaimana bangsa ini menghadapi tantangan besar seperti korupsi.
Dia tak menampik bahwa korupsi menjadi salah satu tanda runtuhnya negara. Korupsi yang merajalela bisa menghambat kemajuan dan menimbulkan ketidakadilan, sehingga masyarakat menjadi cemas akan masa depan. Sebaliknya, jika korupsi diberantas, Indonesia bisa mencapai kemajuan dan kesejahteraan, mewujudkan visi Indonesia Emas.
"Posisi kebangsaan kita ini sedang dalam posisi terancam, karena sudah banyak narasi-narasi negatif terlebih terungkapnya kasus korupsi belakangan ini. Di tengah-tengah kita defisit (anggaran) yakni Rp 800 triliun, ada sejumlah orang yang mengambil Rp 220 triliun, kita akan terkejut kalau kita tau siapa di belakangnya," kata Cornelius, Sabtu (19/4/2025).
Dia juga menyoroti mafia dan judi online yang terjadi di Tanah Air. Maraknya judi online di Indonesia menimbulkan kecemasan karena berbagai dampak negatif yang mengancam masyarakat baik dari kesehatan mental, ekonomi, dan sosial. Padahal, sumber daya manusia ini menjadi elemen penting dalam mewujudkan sebuah negara yang maju.
Kemunduran lainnya adalah munculnya tekanan dari internasional yang belum lama ini terjadi di mana Presiden Amerika Serika (AS), Donald Trump mengeluarkan kebijakan tarif resiprokal kepada Indonesia sebesar 32 persen.
"(Setidaknya ada) enam tanda yang menunjukkan keruntuhan negara (dan harus menjadi perhatian kita bersama), antara lain rakyat merasa tidak aman, konflik agama dan etnis, korupsi merajalela, Delegitimasi negara, adanya tekanan internasional, hingga ketidakberdayaan pemerintah," ujarnya.
Oleh karenanya, tantangan ini harus dihadapi dan disikapi dengan bijak oleh Pemerintah Indonesia. Selain itu, Cornelius mengatakan GKIT yang baru diluncurkan ini juga bisa menjadi upaya untuk menjaga serta merawat kebangsaan Indonesia. Jangan sampai, generasi muda justru semakin terpuruk karena kondisi negara saat ini.
"Indonesia harus tetap cerah, termasuk lewat Gerak Kebangsaan Indonesia Terang ini. Tidak boleh ada kepentingan-kepentingan lain. Pancasila dan UUD 1945 harus menjadi landasan membangun bangsa," ujarnya.
"Kita harus punya concern, kesungguhan hati untuk mempertahankan nilai-nilai kebangsaan kita, yaitu bukan dengan bicara bukan dengan diam, tapi melalui gerakan. Gerakan Kebangsaan Indonesia Terang. Jadi saya minta kepada seluruh kalangan masyarakat jangan membawa kegelapan di negeri ini, bawalah terang karena itu akan bermanfaat bagi bangsa dan negara Indonesia. Berpikirlah positif, jangan berpikiran negatif, jangan berjudi, kasian rakyat kita kalau ditakuti dengan kegelapan," katanya menambahkan.
Dia menjelaskan Yogyakarta menjadi pilot project diluncurkannya GKIT ini. Harapannya bisa menjadi sebuah aktivitas sosial-kemasyarakatan yang berfokus pada isu kebangsaan (nasionalisme) untuk membawa kemajuan bangsa dan negara Indonesia. Dengan demikian 'Indonesia Terang' bukan sekedar wacana dan narasi, tetapi bagaimana elemen-elemen di negeri ini berkolaborasi untuk berkarya nyata bagi bangsa.
Sementara itu, Ketua Panitia Seminar Kebangsaan, Arief Arianto menyampaikan GKIT tidak semata-mata gerakan kontra narasi dari 'Indonesia gelap'.
Dasar pemikiran gerakan ini justru bertumpu pada pesan optimistik Presiden Soekarno dalam Amanat Peringatan HUT Proklamasi RI ke-1 pada 17 Agustus 1946 di Yogyakarta. Bung Karno berkata, “Gelap, gelap dunia di sekeliling kita, akan tetapi di dalam bathin kita terang benderang, menyala-nyala api kemerdekaan dan api kebangsaan.”
"Ini adalah jaringan nasional untuk membangun bangsa sampai dengan lintas agama," ucapnya.
Mewakili Gubernur DIY, Kepala Bidang Ketahanan Sosial, Budaya dan Ekonomi Kesbangpol DIY, Sih Utami menyambut baik peluncuran GKIT itu. Dia menyampaikan Pemerintah tak bisa sendiri dalam menghadapi ketegangan geopolitik dunia, krisis iklim, revolusi teknologi berbasis AI, hingga ancaman disinformasi, dan polarisasi sosial. Oleh karenanya, dia mengajak peran dari masyarakat termasuk yang tergabung dalam GKIT itu untuk mengembalikan rasa memiliki terhadap Indonesia, bukan hanya sebagai identitas administratif, tapi sebagai rumah nilai.
"Dalam upaya ini, pemerintah tidak bisa berjalan sendiri. Dibutuhkan sinergi lintas elemen agama, akademisi, budaya, komunitas, dan tentu generasi muda. Solusi nasional tidak semata terletak pada regulasi, tetapi pada kebangkitan nilai dari akar ke pucuk," ungkapnya