Selasa 22 Jul 2025 15:13 WIB

Tarik Diri dari Aliansi BEM SI Kerakyatan, BEM KM UGM Beri Penjelasan Resmi

Forum yang seharusnya mempersatukan dinilai malah menjadi medan perpecahan.

Karangan bunga dari Kepala BIN Daerah Sumatera Barat (Sumbar) terpampang saat Musyawarah Nasional VIII BEM Seluruh Indonesia (SI) Kerakyatan pada 13-19 Juli 2025 lalu.
Foto: dokpri
Karangan bunga dari Kepala BIN Daerah Sumatera Barat (Sumbar) terpampang saat Musyawarah Nasional VIII BEM Seluruh Indonesia (SI) Kerakyatan pada 13-19 Juli 2025 lalu.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- BEM KM UGM memutuskan menarik diri dari Aliansi BEM SI Kerakyatan. Hal tersebut disebabkan kekecewaan pada Musyawarah Nasional XVIII BEM Seluruh Indonesia Kerakyatan pada 13–19 Juli 2025 lalu yang dinilai jauh dari harapan untuk mereumuskan arah gerak mahasiswa dalam memperjuangkan kepentingan rakyat.

Dalam siaran pers yang diterima Republika, berikut ini sembilan poin penjelasan resmi sikap BEM KM UGM melalui Ketua BEM KM UGM, Tiyo Ardianto:

1. Kami tidak datang untuk berebut jabatan. Sejak awal, BEM KM UGM tidak memiliki ambisi untuk ikut dalam kontestasi posisi struktural di aliansi. Kami hadir dengan semangat membangun gerakan bersama. Namun, forum ini justru dipenuhi manuver politik internal yang menyesakkan.

2. Munas BEM SI K kehilangan ruh intelektual gerakan. Alih-alih menjadi ruang intelektual untuk perjuangan rakyat, forum tersebut berubah menjadi arena konfliktual tempat penguasa mencari muka.

3. Kehadiran elite politik dan aparat keamanan mencederai independensi gerakan mahasiswa. Kami mempertanyakan kehadiran Ketum Partai Perindo, Menpora, Wagub Sumbar, Kapolda, hingga Kepala BIN Sumbar dalam forum yang katanya 'kerakyatan.' Apakah gerakan mahasiswa kini harus merapat ke kekuasaan?

4. Di depan ruang sidang utama bahkan berdiri karangan bunga ‘Selamat dan Sukses’ dari Kepala BIN Daerah Sumbar. Ini bukan sekadar simbol melainkan tanda bahaya. Tanda bahwa forum mahasiswa sedang dirangkul kekuasaan untuk dijinakkan.

5. Benar terjadi kericuhan antar mahasiswa. Setidaknya dua rekan terluka akibat konflik. Ini bukti bahwa forum yang seharusnya mempersatukan malah menjadi medan perpecahan, hanya karena ambisi kekuasaan yang dibungkus jargon perjuangan.

6. Pertikaian yang terjadi bukan soal ide, tapi rebutan posisi. Gerakan kehilangan substansi saat yang diperebutkan bukan agenda rakyat, melainkan jabatan struktural yang tak lebih dari simbol kosong.

7. Fakta yang kami saksikan hanya puncak gunung es. Banyak hal yang tidak kami ungkap demi menjaga etika kolektif, tapi cukup menjadi alasan kuat bagi kami untuk menarik diri.

8. Kami resmi menarik diri pada 18 Juli 2025, sehari sebelum penutupan Munas. Sikap ini kami ambil bukan karena kecewa, melainkan karena kami enggan menjadi bagian dari kemunduran gerakan.

9. BEM KM UGM berkomitmen untuk tetap berdiri bersama rakyat. Kami tidak akan menjadi bagian dari aliansi nasional manapun, apalagi yang tunduk pada kepentingan elite. Kami memilih jalan yang lebih sunyi tapi terang. Bergerak bersama rakyat, bukan bersama kekuasaan.

Tiyo pun mengajak seluruh elemen gerakan mahasiswa di Indonesia untuk melakukan refleksi mendalam. "Apakah kita masih bergerak karena rakyat, atau karena hasrat kuasa? Gerakan mahasiswa akan mati bukan karena represi, tapi karena kehilangan integritasnya sendiri," katanya mengakhiri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement