Senin 12 May 2025 22:46 WIB

AHY Sebut Pertumbuhan Hijau Relevan Jadi Strategi Global Atasi Persoalan Iklim

Pertumbuhan hijau yang baik akan mampu menyediakan manfaat lingkungan dan ekonomi

Rep: Wulan Intandari/ Red: Karta Raharja Ucu
Acara TYI Lecture Series mengusung tema
Foto: Wulan Intandari/ Republika
Acara TYI Lecture Series mengusung tema

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pertumbuhan hijau atau green growth menjadi salah satu konsep yang relevan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi sembari tetap menjaga kelestarian lingkungan dan mengatasi perubahan iklim yang belakangan kian menjadi ancaman global. Hal ini disoroti oleh Menko Infrastruktur dan Kewilayahan RI sekaligus Direktur Eksekutif The Yudhoyono Institute (TYI), Agus Harimurti Yudhoyono dalam acara TYI Lecture Series yang mengusung tema 'Green Growth: Sustainable Growth with Equality', Senin (12/5/2025).

Meski strategi ini bukanlah satu-satunya solusi untuk mengatasi krisis iklim yang mulai terasa, AHY menegaskan pentingnya menjadikan pertumbuhan hijau sebagai strategi nyata keberlanjutan pembangunan masa depan Indonesia, bukan sekadar jargon. Menurut dia, pertumbuhan hijau yang baik akan mampu menyediakan manfaat lingkungan dan ekonomi yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan.

"Sustainabilitas bukan hanya tentang lingkungan, tapi juga tentang martabat manusia, pengurangan kemiskinan, dan keamanan jangka panjang untuk generasi masa depan," kata AHY di Yogyakarta, Senin (12/5/2025).

AHY menyampaikan pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto juga sedang mempercepat berbagai agenda penting seperti ketahanan pangan, air bersih, transisi energi, hingga pengembangan industri berkelanjutan. Ia menyebut pertemuan akademisi yang mengundang berbagai pembicara termasuk para profesor dari Standford University dalam TYI Lecture Series kali ini menjadi upaya TYI untuk menemukan solusi bagaimana keberlanjutan bumi itu bisa ikut dirasakan generasi mendatang.

TYI ingin Indonesia bisa menjadi yang terdepan dalam mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan dan berkeadilan. Ia menekankan tiga isu fundamental yang perlu direnungkan, pertama, mendefinisikan ulang pertumbuhan dengan cara menghargai integritas lingkungan dan kesejahteraan manusia. Kedua, meningkatkan terobosan teknologi sehingga menjangkau semua kalangan dan memastikan tata kelola dan kolaborasi menjembatani wawasan global dengan aksi lokal.

"Kita benar-benar berhadapan dengan ancaman serius terkait dengan krisis iklim, pemanasan global. Ini bisa dikatakan ancaman yang benar-benar harus kita waspadai, harus kita antisipasi secara serius dan tidak ada negara sebesar apapun bisa berdiri dan bekerja sendirian," ungkapnya.

Dalam kesempatan yang sama, Chairman TYI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyampaikan keprihatinannya terhadap kondisi geopolitik dunia yang memanas dan mengganggu upaya penanganan krisis lingkungan. Sosok yang pernah menjadi Presiden RI selama 10 tahun ini ikut menyerukan pentingnya kolaborasi global untuk mengatasi ancaman perubahan iklim yang semakin nyata.

"Saat ini cukup prihatin melihat perkembangan dunia yang menurut saya kurang menggembirakan. Tiba-tiba dunia dijejali isu-isu baru yang mencemaskan, sementara peperangan masih terjadi di berbagai kawasan," ujar SBY.

Menurut SBY, situasi semakin kompleks dengan adanya perang dagang dan konflik ekonomi yang memperburuk ketegangan antarnegara. Ia menegaskan krisis iklim bukanlah isu fiktif, melainkan realitas yang harus ditanggapi dengan aksi nyata.

“Krisis iklim dan lingkungan itu bukan fiksi, bukan hoaks. Maka aksi bersama kita juga harus nyata. Dunia harus lebih bersatu dan kolaboratif demi masa depan generasi mendatang,” tegasnya.

Dia juga mengingatkan bahwa konflik geopolitik hanya akan memperburuk penderitaan umat manusia. Karena itu, ia mengajak komunitas global untuk meletakkan senjata dan membangun kerja sama demi menyelamatkan bumi.

SBY bersama TYI menginginkan agar dunia memiliki langkah nyata untuk bergerak memerangi krisis iklim ini. Tanpa sekat batas teritori dan latarbelakang, diharapkan semua bersatu padu untuk mewujudkan bumi yang berkelanjutan untuk dihuni anak cucu mendatang.

"Aksi bersama kita harus riil, efektif dan memberikan dampak nyata pula. Apa yang digagas bersama oleh Stanford University dan banyak kalangan perguruan tinggi menurut saya harus terus dihidupkan. Dunia tak boleh larut dengan peperangan dan tekanan geopolitik. Ini akan memberikan dampak buruk bagi dunia. Apa yang kita lakukan ini percayalah, yang bisa menyelamatkan bangsa-bangsa dan dunia masa depan anak cucu kita," katanya menambahkan.

Salah satu panelis dari Standford University, Prof David Cohen menyambut baik inisiasi pertumbuhan hijau yang ikut didorong oleh TYI. Menurut dia, Indonesia memiliki potensi yang cukup besar dalam menghadapi krisis iklim di tengah situasi global yang dinilainya memprihatinkan, salah satunya memberdayakan blue food mengingat Indonesia memiliki laut yang begitu luas.

"Terkait green growth yang diinisiasi, saya melihat peluang mampu beralih dari green ke blue. Indonesia adalah negara kepulauan dan blue ekonomi itu penting untuk kerangka yg besar mengembangkan green growth sebagai strategi mengatasi krisis iklim," kata Prod David.

"Kita bisa mengembangkan potensi di Indonesia ini untuk kemitraan yang lebih baik ke depannya," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement