REPUBLIKA.CO.ID, THERAN -- Ancaman penutupan Selat Hormuz bukan sekadar retorika. Dalam beberapa dekade terakhir, Iran secara terbuka mengancam akan menutup jalur ini jika diserang atau ditekan secara ekonomi. Saat ini, ketika terlibat perang dengan Israel, Pemerintah Iran mempertimbangkan berbagai opsi untuk merespons ancaman "agresi asing." Salah satu hal yang dipertimbangkan ialah kemungkinan menutup Selat Hormuz.
Penutupan Selat Hormuz ini, meski mungkin sifatnya sementara, akan menimbulkan dampak ekonomi dan politik yang luar biasa besar. Setidaknya ada empat poin yang akan berdampak jika Selat Hormuz yang sudah dikuasai Kerajaan kuni Hormuz pada abad 10-17 itu ditutup.
1. Lonjakan Harga Minyak Dunia
Sejarah mencatat setiap kali terjadi ketegangan di Selat Hormuz, harga minyak mentah di pasar dunia langsung melonjak. Pada 2011, misalnya, ketika Iran mengancam menutup selat, harga minyak mentah melonjak hingga lebih dari 120 dolar AS per barel.
Penutupan total bisa menyebabkan lonjakan harga hingga dua kali lipat atau lebih, tergantung durasi dan dampak pada logistik energi global. Jika Iran benar-benar menutup Selat Hormuz pada 2025, diprediksi harga minyak dunia akan meroket ke harga 160 dolar AS per barel.
Saat ini saja harga minyak mentah dunia tercatat naik tajam sejak meningkatnya ketegangan di Timur Tengah. Pada akhir pekan lalu, harga Brent mencapai 88,90 dolar AS per barel, naik hampir 4 persen, sementara minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) juga melonjak ke 85,60 dolar AS per barel. Kenaikan ini merupakan yang tertinggi dalam enam pekan terakhir. Jika Selat Hormuz ditutup, harga minyak dunia akan melesat naik tak terkendali.
Seperti disampaikan Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda, kenaikan ini sudah mulai terlihat dalam beberapa hari terakhir setelah Israel menyerang Iran. Huda menyebut dampak dari kenaikan harga adalah impor minyak bumi akan jadi lebih mahal, terutama bagi negara net importir seperti Indonesia.
Huda menyampaikan kenaikan ini sudah mulai terlihat dalam beberapa hari terakhir setelah Israel menyerang Iran. Huda menyebut dampak dari kenaikan harga adalah impor minyak bumi akan jadi lebih mahal, terutama bagi negara net importir seperti Indonesia.
Huda menyampaikan harga minyak yang meningkat akan berpengaruh kepada harga produksi bahan bakar minyak dalam negeri. “Ketika tidak ada kenaikan harga, maka subsidi akan semakin meningkat. Dana di APBN akan semakin terkuras. Fiskal Indonesia akan semakin menurun,” sambung Huda.
2. Gangguan Pasokan Energi Global
Negara-negara pengimpor minyak besar seperti Jepang, Korea Selatan, China, dan India akan terkena dampak langsung. Meskipun beberapa negara telah membangun cadangan strategis dan jalur alternatif seperti East-West Pipeline Arab Saudi, kapasitasnya masih jauh dari cukup untuk menampung seluruh volume yang biasa melewati Hormuz.
Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda memperkirakan serangan Amerika Serikat ke Iran akan berdampak serius pada produksi minyak global. Ia menilai gangguan pada produksi Iran, sebagai salah satu produsen minyak utama dunia, bisa memicu kenaikan harga minyak mentah secara signifikan.
“Ketika produksinya dikurangi karena adanya perang, maka harga minyak mentah global akan meningkat,” ujar Huda saat dihubungi Republika di Jakarta, Ahad (22/6/2025).