Senin 23 Jun 2025 20:41 WIB

Warga Lempuyangan Minta Perlindungan Hukum ke Kejati DIY terkait Kompensasi PT KAI

Kejati DIY sejak awal tak pernah dilibatkan proses pendampingan pemberian tali asih.

Rep: Muhammad Andi/ Red: Fernan Rahadi
Warga keluarga warga Lempuyangan, Yogyakarta, Senin (23/6/2025), mendatangi Kejaksaan Tinggi Daerah Istimewa Yogyakarta (Kejati DIY) untuk meminta perlindungan hukum terkait kompensasi atas bangunan fisik yang telah mereka tempati puluhan tahun di lahan PT Kereta Api Indonesia (PT KAI).
Foto: Muhammad Andi
Warga keluarga warga Lempuyangan, Yogyakarta, Senin (23/6/2025), mendatangi Kejaksaan Tinggi Daerah Istimewa Yogyakarta (Kejati DIY) untuk meminta perlindungan hukum terkait kompensasi atas bangunan fisik yang telah mereka tempati puluhan tahun di lahan PT Kereta Api Indonesia (PT KAI).

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Warga keluarga warga Lempuyangan, Yogyakarta, hari ini, Senin (23/6/2025), mendatangi Kejaksaan Tinggi Daerah Istimewa Yogyakarta (Kejati DIY) untuk meminta perlindungan hukum terkait kompensasi atas bangunan fisik yang telah mereka tempati puluhan tahun di lahan PT Kereta Api Indonesia (PT KAI). Dari lima keluarga tersebut, empat di antaranya telah menyatakan kesediaan menerima kompensasi, sementara satu keluarga masih menolak. Mereka didampingi oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) DIY.

Usai pertemuan tatap muka dengan Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati DIY Herwatan, perwakilan warga Antonius Fokki Ardiyanto, menjelaskan tujuan kedatangan mereka. "Hari ini kami mengantar dua kloter, kloter yang menerima kompensasi dan kloter yang bertahan," ujar Fokki. "Tujuan utama kami adalah meminta perlindungan hukum, karena warga tidak mengerti apakah rumah itu aset KAI, dan tanahnya tidak bersertifikat sultan ground," katanya.

Fokki menambahkan bahwa kunjungan ini juga menjadi upaya mitigasi terkait rencana penerimaan kompensasi tunai dari PT KAI yang dijadwalkan paling lambat Kamis ini. "Kami ingin memberitahukan kepada Kejati DIY, kalau semisalnya di kemudian hari ada persoalan hukum, warga ini jangan sampai dijadikan tersangka," kata Fokki.

Ia mengungkapkan, kekhawatiran warga ini sebagian telah dijawab oleh Herwatan yang menyatakan bahwa jika nantinya ada masalah hukum, warga hanya akan dijadikan saksi. "Ini membuat warga merasa lega, agar ketika menerima uang kompensasi dan kemudian hari menimbulkan masalah, warga hanya dijadikan sebagai saksi saja," katanya.

LBH DIY soroti minimnya transparansi dan ketidakpastian hukum

Perwakilan LBH DIY, Raka, menambahkan bahwa kedatangan mereka dilatarbelakangi oleh minimnya informasi dan potensi ketidakpastian hukum. "Yang jelas tujuan kita datang ke sini itu memang dilatarbelakangi dari adanya ketidaktahuan informasi. Ketidaktahuan ini kan akan menyebabkan ketidakpastian hukum," jelas Raka.

Ia berharap Kejati DIY dapat melakukan pemantauan pada proses pemberian kompensasi, terutama mengingat transparansi informasi yang sangat minim. "Sampai pada tahap sekarang pada keempat warga yang akan menerima kompensasi timbul kekhawatiran. Karena mereka tidak mengetahui besaran kompensasinya dasarnya dari mana, uangnya dasarnya dari mana. Sehingga dikhawatirkan akan timbul persoalan hukum dikemudian hari," papar Raka. Menurutnya, kunjungan ini merupakan langkah preventif untuk mencegah masalah tersebut.

Menanggapi permohonan warga, Kasi Penerangan Hukum Kejati DIY, Herwatan, menjelaskan bahwa pertemuan ini adalah yang pertama. "Audiensi yang disampaikan masyarakat yang tinggal di halaman PT KAI itu menanyakan mengenai legal standing dalam pembayaran ganti rugi atau tali asih," ungkap Herwatan.

Namun, Herwatan menegaskan bahwa Kejati DIY tidak pernah dilibatkan dalam proses pendampingan pemberian tali asih sejak awal. "Kami dari Kejaksaan tidak mengetahui duduk permasalahan yang ada di Lempuyangan ini. Kalau warga menginginkan untuk pemberian ganti rugi atau kompensasi diserahkan di Kejaksaan, itu sangat tidak relevan," ujarnya.

"Karena dari awal Kejaksaan tidak pernah dilibatkan, tiba-tiba di ujungnya kok Kejati DIY dilibatkan dalam proses pembayaran ganti rugi. Itu tidak logis," lanjut Herwatan.

Kendati demikian, Kejati DIY menyatakan akan tetap melakukan pemantauan. "Kejati DIY akan melakukan pemantauan dan apabila terjadi persoalan hukum, Kejati DIY dapat bertindak sesuai dengan tupoksinya," terang Herwatan.

Herwatan menghimbau agar warga berkoordinasi langsung dengan PT KAI dan menyurati pihak KAI terkait permintaan legal standing atau dasar hukum dalam memberikan ganti rugi atau tali asih.

Raka dari LBH DIY menyampaikan langkah ke depan setelah kompensasi cair. "Dari total 14 warga yang terdampak penggusuran PT KAI, yang hingga saat ini tersisa empat orang yang bersedia menerima kompensasi dari KAI dan satu orang yang masih menolak," jelas Raka.

Ia menegaskan, LBH akan tetap berupaya meminta informasi, terutama untuk satu warga yang masih menolak kompensasi. "Satu orang yang masih menolak ini ingin memastikan informasi mengenai dasar hukum dan klaim PT KAI dari rumahnya. Dan ketika KAI bisa membuktikan, maka warga akan terbuka untuk berdialog," katanya.

Keempat warga yang akan menerima kompensasi dijadwalkan akan bertemu dengan pihak KAI pada Kamis (23/6/2025) untuk proses penyerahan kompensasi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement