REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Prosesi sakral Mubeng Beteng atau Lampah Ratri yang kembali digelar di Keraton Ngayogyakarta sebagai bentuk peringatan Tahun Baru Hijriah 1 Muharam 1447 Hijriyah menuai antusias yang besar dari masyarakat dan juga wisatawan.
Berdasarkan pantauan Republika di lokasi, Bangsal Ponconiti, Kompleks Kamandungan Lor (Keben), Keraton Yogyakarta yang menjadi titik awal keberangkatan prosesi Mubeng Beteng itu mulai dipadati sejak pukul 20.00 WIB. Ada yang datang bersama keluarga hingga teman sebayanya.
Menariknya, tak jarang juga yang menggunakan pakaian adat Jawa untuk mengikuti prosesi tersebut, termasuk rombongan mahasiswa dari kampus ISI Yogyakarta. Saat dijumpai, Primadi Laksono (24) mengaku baru pertama kali mengikuti acara Mubeng Beteng. Ia dan teman-temannya tertarik karena ingin menguri-uri kebudayaan Jawa.
“Saya kan warga Jogja, jadi kalau nggak pernah nyoba (ikut Mubeng Beteng) ada yang kurang. Ingin tau rasanya juga, tau nilai-nilai budaya di Jogja ini gimana, terus nanti apa yang bisa kita dapat dan kemudian bisa kita share ke teman-teman jadi biar bisa lebih kuat budayanya, biar Jowo,” kata Primadi saat dijumpai di lokasi, Kamis (26/6/2025), malam.
“Kami ingin menguri-uri budaya Jawa,” ucapnya menambahkan.
Meski baru pertama kali, Primadi mengaku tak ada persiapan khusus yang dilakukan. Ia hanya meniatkan diri secara lahir dan batin untuk mengikuti proses tersebut.
“Kalau persiapan khusus tidak ada, yang penting niat aja, olahraga juga, nggak ada (persiapan khusus), yang penting sama teman-teman nanti dirasain seru,” ungkapnya.
Hal senada juga disampaikan oleh Gabriel Maria Ana (25), warga Kulonprogo. Alasannya mengikuti prosesi Mubeng Beteng ini berawal dari rasa penasarannya. Menurutnya, kegiatan ini selalu menuai antusias yang besar dari banyak orang sehingga dirinya juga ingin merasakan suasana sepanjang prosesi berlangsung.
“Kebetulan saya orang Jogja dan baru pertama kali (ikut prosesi Mubeng Beteng). Tau ada berita ini sama temen-temen juga ke sini terus pakai baju adat Jawa. Saya juga punya ketertarikan yang sama, ingin nguri-nguri kebudayaan Jawa karena saya juga orang Jawa dan pengen tahu budaya yang ada di Jawa ini seperti apa. Ingin lebih dekat juga dengan Jogja,” kata Gabriel.
Sementara itu, warga lain asal Magelang, Wahyu mengatakan memang meniatkan diri untuk ikut kegiatan itu. Selain ingin melestarikan budaya Jawa, keikutsertaannya ini juga dalam rangka riset tugas akhir nya yang mengambil tema kebudayaan Jawa.
“Kebetulan saya lagi tugas akhir terus, kebetulan juga mengangkat budaya Yogyakarta jadi sekalian riset aja sih biar tau gimana rasanya, terus prosesinya juga gimana,” udap Wahyu.
“Kalau saya memaknainya sebagai malam untuk penyucian, meninggalkan hal buruk di tahun yang lalu terus menata di tahun yang baru. Ya semacam pengalaman spiritual,” ungkapnya.
Sebelum berjalan kaki mengelilingi benteng keraton, para peserta terlebih dulu mengikuti pembacaan tembang macapat setelah shalat Isya di lokasi yang sama. Seluruh peserta wajib menjaga ketertiban selama prosesi berlangsung serta diharapkan mengenakan pakaian sopan dan dilarang memakai celana pendek.
Kegiatan ini diperkirakan menyedot hampir 5.000 warga yang antusias mengikuti proses Mubeng Beteng pada pukul 00.00 WIB.