Selasa 29 Jul 2025 16:39 WIB

Aipda Robig Keberatan Rekaman CCTV Penembakan Gamma tak Ditampilkan di Persidangan

Aipda Robig mengklaim penembakan yang dilakukannya sudah sesuai prosedur.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Karta Raharja Ucu
Anggota Polrestabes Semarang yang menjadi terdakwa kasus penembakan tiga siswa SMKN 4 Semarang, Aipda Robig Zaenudin, menjalani sidang penuntutan di Pengadilan Negeri Semarang, Jawa Tengah, Selasa (8/7/2025)
Foto: Kamran Dikarma
Anggota Polrestabes Semarang yang menjadi terdakwa kasus penembakan tiga siswa SMKN 4 Semarang, Aipda Robig Zaenudin, menjalani sidang penuntutan di Pengadilan Negeri Semarang, Jawa Tengah, Selasa (8/7/2025)

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Aipda Robig, polisi yang menjadi terdakwa kasus penembakan tiga siswa SMKN 4 Semarang, menyampaikan keberatan karena rekaman video kamera pengawas atau CCTV yang memperlihatkan kronologis peristiwa penembakan, tidak dihadirkan dan diputar selama persidangan kasusnya. Aipda Robig menilai, hal itu merugikannya karena dia mengklaim penembakan yang dilakukannya sudah sesuai prosedur.

"Bahwa dalam fakta persidangan yang seharusnya dapat didukung oleh hasil rekaman CCTV sebagai bukti visual, namun tidak ditampilkan sehingga melemahkan objektivitas proses pembuktian," kata Aipda Robig saat membacakan dupliknya dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Semarang, Jawa Tengah, Selasa (29/7/2025). 

Aipda Robig menyesalkan rekaman CCTV yang berkaitan dengan kasusnya tidak ditampilkan jaksa penuntut umum (JPU) di persidangan. "Semua alat bukti rekaman CCTV hanya dibawa dalam persidangan dan ditulis dalam surat tuntutan," ujarnya.

"Saya mohon majelis hakim dapat mempertimbangkan terkait alat bukti rekaman CCTV. Dengan tidak menunjukkan rekaman CCTV tersebut menimbulkan asumsi terkait posisi para pelaku tawuran, membuat jaksa penuntut umum berasumsi bahwa tidak ada perbuatan menyerang atau mengancam terdakwa," tambah Aipda Robig.

Anggota Satresnarkoba Polrestabes Semarang itu mengatakan, pendapat JPU bahwa tidak ada penyerangan terhadap merupaka asumsi subjektif. "Karena tidak disertai dengan pemutaran alat bukti visual atau CCTV," ujarnya. 

Menurut Aipda Robig, proses rekonstruksi sudah menunjukkan bahwa penembakan yang dilakukannya sudah sesuai prosedur, yakni dengan melepaskan tembakan peringatan terlebih dulu dan meneriakkan kata "polisi" sebanyak dua kali. 

"Pada saat kejadian tersebut, pada situasi yang sangat singkat, saya tetap melakukan tindakan kepolisian secara terukur. Hal ini tidak mendapatkan tanggapan yang objektif dari saksi ahli Veris, yang cenderung menlai dari aspek teoritis tanpa mempertimbangkan kondisi nyata di lapangan," kata Robig mengacu pada keterangan Kepala Biro Bantuan Hukum Divisi Hukum Mabes Polri Brigjen Pol Veris Septiansyah yang dihadirkan sebagai saksi ahli dalam persidangan kasus penembakannya. 

Sementara itu, kuasa hukum Aipda Robig, Bayu Arief, mengungkapkan, dia sudah pernah meminta kepada majelis hakim untuk memutar rekaman CCTV terkait penembakan yamg dilakukan kliennya. "Namun nyatanya rekan jaksa menyampaikan kepada kami bahwa beliau hanya menerima rekaman CCTV dan sebagainya, tapi tidak dapat memutarnya di persidangan," kata Bayu kepada awak media seusai persidangan. 

Menurutnya, rekaman CCTV yang dimiliki JPU bukan hanya video yang sudah pernah viral beredar di media sosial. "Kalau tidak salah ada tiga DVD yang dijadikan bukti. Tiga sampai empat lah. Mungkin yang beredar kan yang dari masjid dan Alfamart, tapi yang lain kami belum melihatnya," ucap Bayu. 

Saat membacakan duplik untuk kliennya, Bayu menyinggung tentang teori kausalitas. Menurutnya, aksi penembakan yang dilakukan kliennya tidak terlepas dari serangkaian sebab. 

Bayu merunut rangkaian sebab itu ke pembelian senjata tajam (sajam) jenis cocor bebek (corbek) oleh Gamma Rizkynata Oktafandy, siswa SMKN 4 Semarang yang tewas ditembak Aipda Robig pada 24 November 2024. Bayu mengatakan, sajam tersebut digunakan secara bergantian oleh Gamma dan teman-temannya untuk tawuran pada malam peristiwa penembakan. 

Selain itu, Bayu mengeklaim, sajam itu pula yang berusaha diayunkan ke arah Aipda Robig sebelum melakukan penembakan. Bayu mengatakan, pada dini hari tanggal 24 November 2024, kliennya menghentikan sepeda motornya di depan minimarket Alfamart di Jalan Candi Penataran Raya, Ngaliyan, Kota Semarang, setelah melihat Gamma dan enam temannya mengejar sebuah sepeda motor sambil membawa sajam.

Ketika sepeda motor yang dikejar masuk ke dalam gang, tiga sepeda motor yang ditumpangi Gamma dan teman-temannya memutar balik, lalu melaju ke arah Aipda Robig. Bayu mengeklaim kliennya melepaskan tembakan peringatan dan meneriakkan kata "polisi". Namun karena ketiga sepeda motor tersebut terus melaju sambil mengacungkan sajam, Aipda Robig akhirnya melepaskan tiga tembakan. 

Peristiwa penembakan terjadi pukul 00:19 WIB. Selain menyebabkan Gamma tewas, tembakan Aipda Robig juga mengakibatkan dua siswa SMKN 4 Semarang lainnya terluka.  

Bayu menilai, sebagai seorang anggota Polri, penembakan yang dilakukan kliennya sudah sesuai prosedur. Dia menyoroti kepemilikan senjata tajam yang digunakan Gamma dan teman-temannya. "Sebagai anggota Polri yang melakukan upaya pencegahan tindak pidana yang terjadi adalah suatu akibat dari sebab kejadian adanya ancaman dan serangan. Bahwa jika tidak ada sebab, maka tidak akan ada akibat," ujar Bayu saat membacakan duplik untuk kliennya. 

Dia menambahkan, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dikenal istilah "hapusnya pidana". Bayu mengatakan, penghapusan pidana dapat dikenakan pada dua hal, yakni: pelaku tak dapat dipersalahkan dan perbuatan pelaku tak lagi dipandang sebagai perbuatan melawan hukum. 

"Sebagaimana fakta-fakta hukum di persidangan, perbuatan terdakwa tidak lagi merupakan perbuatan melawan hukum sebagaimana digambarkan dalam Pasal 49 ayat (1) KUHP, yakni mengenai pembelaan terpaksa atau noodweer," kata Bayu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement