Rabu 03 Sep 2025 01:11 WIB

MUI Solo: Penjarahan dan Perusakan Saat Demo Haram Secara Syariat

Pengambilan harta dengan kekerasan adalah perilaku kriminal dan dosa besar.

Rep: Muhammad Noor Alfian Choir/ Red: Karta Raharja Ucu
Sejumlah massa membakar gerbang dan melempari Gedung DPRD Jawa Barat (Jabar) saat aksi demonstrasi di depan Gedung DPRD Jabar, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Senin (9/1/2025). Setelah diperingatkan, aparat akhirnya membubarkan paksa massa yang umumnya berpakaian hitam-hitam ini.
Foto: Edi Yusuf
Sejumlah massa membakar gerbang dan melempari Gedung DPRD Jawa Barat (Jabar) saat aksi demonstrasi di depan Gedung DPRD Jabar, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Senin (9/1/2025). Setelah diperingatkan, aparat akhirnya membubarkan paksa massa yang umumnya berpakaian hitam-hitam ini.

REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Ketua Komisi Fatwa MUI Surakarta, KH Ahmad Muhamad Mustain Nasoha, menyebut aksi demonstrasi yang berubah menjadi kerusuhan serta diwarnai penjarahan dan perusakan fasilitas umum, sama sekali tidak memiliki pijakan syar’i dan tergolong haram. Alasannya karena bertentangan dengan tujuan utama syariat Islam—menjaga harta dan jiwa manusia. 

Ia mengingatkan Alquran secara tegas melarang segala bentuk kerusakan di muka bumi. Ia merujuk Surah Al-Baqarah ayat 205 dan Surah Al-A‘raf ayat 56, yang mengajak manusia untuk tidak merusak ciptaan Allah setelah diciptakan dan diperbaiki. 

“Rasulullah pun bersabda, tidak boleh menciptakan mudarat maupun membalasnya. Sementara kaidah fiqh al-ḍarar yuzāl mewajibkan penghilangan bahaya atau kerusakan,” katanya. 

Lebih jauh, menurutnya para mufassir klasik seperti imam ath-Tabari, Ibn Katsir, dan al-Qurthubi telah menegaskan fasad mencakup segala bentuk perusakan, termasuk fasilitas dan harta publik. Pengurus LPBH PWNU Jawa Tengah ini menegaskan tindakan mengambil harta orang lain secara paksa adalah bentuk kezaliman besar yang haram hukumnya.

“Surah An-Nisa ayat 29 yang melarang saling memakan harta secara batil. Hadits Rasulullah semakin mempertegas hal ini: lā yaḥillu mālu imri’in muslimin illā biṭībi nafsin minhū—harta seorang Muslim tidak halal diambil kecuali dengan kerelaan. Kaidah fiqh menjelaskan, al-akl bil-bāṭil ḥarām, dan niat baik tidak bisa menghalalkan sesuatu yang haram (al-ḥarām lā yataḥawwal bil-niyyah),” katanya. 

Para mufassir seperti al-Ṭabarī, Ibn Kathīr, dan al-Qurṭubī menyatakan pengambilan harta dengan kekerasan atau tipu daya adalah perilaku kriminal dan dosa besar. Ikut serta kompromi dalam penjarahan, terutama saat demo, berarti menanggung dosa besar. Ulama besar sepakat bahwa penjarahan tak bisa dibenarkan dalam konteks apa pun.

Dia pun menekankan dalam situasi apa pun, umat Islam justru wajib menjaga keamanan lingkungan dan harta bersama. “Surah An-Nisa ayat 58 menegaskan pentingnya menunaikan amanah. Hadits Nabi Muhammad pula menyebut bahwa siapa pun yang dipercaya menjaga harta masyarakat adalah saksi atas amanah tersebut,” katanya. 

MUI Jateng pun berpesan agar menyerukan masyarakat secara damai serta pentingnya menahan diri dan tidak terprovokasi. “Suara rakyat sah disampaikan, asalkan melalui damai, santun, dan beradab. Tujuan mulia bisa rusak hanya karena ulah segelintir oknum anarkis. Perusakan dan penjarahan bukan hanya melanggar hukum negara, tetapi juga hukum Allah. Ia menutup dengan pesan damai: waṣ-ṣulḥu khair—perdamaian adalah yang terbaik,” katanya mengakhiri. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement