REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Belasan perempuan terduga korban yang wajahnya diedit menjadi foto dan video deepfake vulgar oleh alumnus SMAN 11 Semarang, Chiko Radityatama Agung Putra, melaporkan kasus tersebut ke Ditressiber Polda Jawa Tengah (Jateng). Chiko dianggap telah melanggar Undang-Undang (UU) Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan UU Pornografi.
Kuasa hukum Jucka Rajendhra Septeria Handhry mengungkapkan, 15 terduga korban deepfake vulgar buatan Chiko telah menunjuknya sebagai kuasa hukum. Dia mengatakan, sejak Senin (20/10/2025), satu per satu terduga korban mulai diperiksa dan dimintai keterangan oleh penyidik Ditressiber Polda Jateng.
"Per hari ini sudah tujuh orang yang sudah diambil (keterangannya)," ujarnya ketika diwawancara seusai mendampingi terduga korban menjalani pemeriksaan, Rabu (22/10/2025).
Berdasarkan informasi yang disampaikan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Jateng serta Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Jateng, para terduga korban foto dan video deepfake buatan Chiko adalah alumni SMAN 11 Semarang. Namun Jucka mengungkapkan terduga korban tidak hanya alumni, tapi juga siswa aktif SMAN 11 Semarang.
"(Terduga korban) ini gabungan. Ada dari siswi SMA lain, kemudian siswi aktif di sekolah tersebut, dan alumni," ujar Jucka seraya menambahkan bahwa usia para terduga korban antara 16-19 tahun.

Dia berkata, dalam proses pemeriksaan, pihaknya juga telah menyerahkan bukti kepada penyidik Ditressiber Polda Jateng, yakni tangkapan dan rekaman layar yang memperlihatkan foto dan video deepfake vulgar buatan Chiko. Jucka menjelaskan, proses hingga akhirnya para terduga korban berani melapor dan memberi keterangan kepada kepolisian cukup panjang. Alasannya karena secara psikis, para korban cukup terguncang.
"Para korban ini juga merasa kebingungan, karena instansi sekolah yang seharusnya melindungi mereka, mereka merasa kurang memberikan support maupun perlindungan kepada mereka," ucapnya.
Namun setelah ada pendekatan-pendekatan, para terduga korban berani melapor. Jucka mengatakan, pembuatan dan penyebaran foto serta video deepfake vulgar yang diduga dilakukan Chiko merupakan bentuk pelecehan seksual digital. Menurutnya, kasus tersebut juga merupakan pelanggaran serius terhadap hukum, moralitas, dan hak asasi manusia.
"Tindakan penyebaran konten manipulatif bermuatan pornografi ini melanggar beberapa ketentuan, antara lain UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, khususnya Pasal 45 ayat 1 juncto Pasal 27 ayat 1 atau Pasal 51 ayat 1 juncto Pasal 35 mengenai larangan memproduksi, menyebarluaskan, atau menyediakan pornografi," ucap Jucka.
Dia menambahkan, Chiko juga dapat dijerat UU Pornografi, tepatnya Pasal 29 juncto Pasal 4 ayat 1 huruf d tentang larangan mendistribusikan konten yang melanggar kesusilaan. "Untuk Pasal 45 ayat 1 (UU ITE) ancaman pidana paling lama enam tahun atau denda paling banyak Rp1 miliar. Untuk Pasal 35-nya ancaman pidana paling lama 12 tahun dan denda Rp12 miliar. Kemudian Pasal 29 (UU Pornografi) paling singkat enam bulan dan paling lama 12 tahun," katanya.
Jucka berharap kepolisian dapat mengusut kasus pembuatan dan penyebaran foto serta video deepfake vulgar yang diduga dilakukan Chiko. "Kami menegaskan bahwa penggunaan teknologi kecerdasan buatan untuk memanipulasi wajah seseorang ke dalam konten pornografi tanpa izin bukan sekedar pelanggaran etika, ini adalah kejahatan yang mencederai martabat manusia. Kekerasan seksual berbasis digital menimbulkan dampak traumatis yang mendalam bagi korban, tidak hanya dari sisi psikologi namun juga sosial dan reputasional," ucapnya.
Chiko diduga telah memproduksi dan menyebarluaskan foto serta video deepfake bernuansa sensual dengan menggunakan wajah sejumlah siswi SMAN 11 Semarang. Terkait perbuatannya, Chiko, yang kini merupakan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Diponegoro angkatan 2025, telah menyampaikan permohonan maaf terbuka.
Video permohonan maafnya diunggah di akun Instagram @sman11semarang.official pada Selasa (14/11/2025). Pada takarir unggahan disebutkan bahwa Chiko merupakan alumnus SMAN 11 Semarang tahun 2025.
"Saya ingin meminta permohonan maaf atas perbuatan saya, yang di mana saya telah mengedit, meng-upload, foto maupun video teman-teman tanpa izin pada akun Twitter saya. Saya menyadari bahwa perbuatan saya telah menimbulkan dampak bagi sekolah SMA Negeri 11 Semarang," kata Chiko.
Dia kemudian meminta maaf kepada SMAN 11 Semarang, termasuk para guru dan siswa-siswi. Chiko berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya di masa mendatang.
"Pembuatan video atas judul 'Skandal Smanse (akronim SMAN 11 Semarang)' baik foto maupun video itu tidak benar-benar ada, namun hanya editan belaka dengan aplikasi AI," ucap Chico.
Dalam video tersebut, Chiko menyampaikan dia menyanggupi untuk mengunggah video klarifikasi di akun media sosial pribadinya. Video permohonan maaf Chiko tampaknya diambil di sebuah ruangan di lingkungan sekolah. Hal itu karena terdapat beberapa siswa yang melintas di luar ruangan. Belakangan SMAN 11 Semarang mengonfirmasi video permintaan maaf Chiko direkam di sekolah tersebut.