REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang mengukuhkan lima guru besar baru pada Rabu (17/9/2025). Kelimanya menyandang gelar profesor untuk bidang keilmuan yang berbeda-beda.
Kelima guru besar yang dikukuhkan UIN Walisongo yakni: Prof. Dr. H. Shodiq, M.Ag., Guru Besar Evaluasi Pendidikan Islam; Prof. Dr. Muhammad Sulthon, M.Ag., Guru Besar Manajemen Dakwah; Prof. Dr. Ahmad Ismail, M.Ag., M.Hum., Guru Besar Ilmu Linguistik Arab Modern; Prof. Dr. Tholkhatul Khoir, M.Ag., Guru Besar Ilmu Fiqh; dan Prof. Dr. Moh. Nor Ichwan, M.Ag., Guru Besar Metodologi Tafsir Al-Qur’an.
"Menjadi guru besar adalah puncak karier dosen, tetapi juga amanah besar untuk menjaga martabat keilmuan, menjadi teladan, dan melahirkan kontribusi nyata bagi masyarakat,” ujar Rektor UIN Walisongo Semarang, Prof Nizar, saat menyampaikan pidato sambutan dalam acara pengukuhan lima guru besar baru kampusnya.
Dia mengatakan, terdapat tiga makna luhur dari pengukuhan guru besar. Pertama, sebagai pengakuan atas kepemimpinan intelektual. Kedua, simbol inspirasi dan keteladana. Ketiga, panggilan untuk mendorong inovasi dan perubahan berkelanjutan, terutama dalam menyiapkan sumber daya manusia unggul menuju Indonesia Emas 2045.
Prof Nizar mengingatkan, gelar profesor bukan hanya simbol formalitas. “Guru besar bukan sekadar pangkat. Ia harus dihidupi dengan integritas, dedikasi, dan karya yang memberi manfaat lintas-generasi,” ucapnya.
Tema besar pengukuhan kali ini adalah “Inklusivitas Ilmu Keislaman: Perspektif Pendidikan, Dakwah, Hukum, dan al-Qur’an”. Tema itu, kata Prof Nizar, mencerminkan komitmen UIN Walisongo Semarang dalam mengembangkan keilmuan Islam yang terbuka, dialogis, dan relevan dengan kebutuhan zaman.
Dia pun memberikan apresiasi khusus kepada masing-masing guru besar yang dikukuhkan. Prof Nizar menilai, orasi bertajuk "Reorientasi Paradigma Evaluasi Pendidikan Agama Islam" milik Prof Shodiq merupakan lompatan pemikiran penting yang mengintegrasikan dimensi spiritual ke dalam evaluasi pendidikan.
Sementara orasi bertajuk "Da’wah Inklusif dan Hadis al-Ifk" karya Prof Sulthon, dalam pandangan Prof Nizar, adalah sumbangan besar bagi pengembangan dakwah profetik yang merawat perdamaian dalam masyarakat majemuk.
Orasi bertajuk "Paradigma Semantik sebagai Revolusi Konseptual dalam Hermeneutika Al-Qur’an” milik Prof Ahmad Ismail dinilai sebagai terobosan yang memperlihatkan Alquran sebagai wacana hidup yang terus berbicara lintas-generasi.
Prof Nizar juga mengapresiasi pemikiran Prof Tholkhatul Khoir yang menawarkan pergeseran epistemologi hukum Islam dari ushul fiqh menuju maqasid syariah. Menurutnya, gagasan itu relevan dengan kebutuhan hukum kontemporer yang inklusif dan progresif.
Terkait orasi bertajuk "Metode Tafsir Ichwani: Pendekatan Integratif dalam Penafsiran Al-Qur’an" karya Prof Moh. Nor Ichwan, Prof Nizar menilai pendekatan integratif tersebut merupakan kontribusi monumental untuk menjembatani tradisi klasik dan kebutuhan modern.
“Dengan pengukuhan ini, saya berharap para guru besar baru tidak berhenti di gelar, tetapi terus menyalakan api keilmuan, melahirkan riset bermutu, dan menjadi mercusuar peradaban,” kata Prof Nizar.
Rekomendasi
-
UIN Walisongo Semarang Kukuhkan Lima Guru Besar Baru
-
-
Rabu , 17 Sep 2025, 15:21 WIB
Merekam Gaya Bahasa di Era AI
-
Rabu , 17 Sep 2025, 14:59 WIB
Kerugian Polda DIY Akibat Aksi Demonstrasi Capai Rp 28 Miliar, Perbaikan Mulai Dilakukan
-
Rabu , 17 Sep 2025, 12:37 WIB
Hadirkan Inovasi Sains dan Budaya Pelajar Indonesia, Eduversal Luncurkan FSB 2026
-
Rabu , 17 Sep 2025, 11:45 WIB
Ajak Dialog Tokoh Agama di Wonogiri, BNPT Ajak Buat Keberagaman Jadi Kekuatan Besar
-