Selasa 30 Sep 2025 03:19 WIB

Keracunan Massal Akibat Makan Bergizi, Sekda Jateng: MBG Lebih Efektif Jika Libatkan Kantin Sekolah

Program kantin sehat di Jateng berjalan dengan keterlibatan BPOM.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Karta Raharja Ucu
Makan Bergizi Gratis (MBG). Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Tengah (Jateng) Sumarno mengungkapkan, Pemprov Jateng sempat mengusulkan agar program Makan Bergizi Gratis (MBG) dilaksanakan dengan melibatkan kantin sekolah.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Makan Bergizi Gratis (MBG). Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Tengah (Jateng) Sumarno mengungkapkan, Pemprov Jateng sempat mengusulkan agar program Makan Bergizi Gratis (MBG) dilaksanakan dengan melibatkan kantin sekolah.

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Tengah (Jateng) Sumarno mengungkapkan, Pemprov Jateng sempat mengusulkan agar program Makan Bergizi Gratis (MBG) dilaksanakan dengan melibatkan kantin sekolah. Hal itu disampaikan saat dia mengomentari perihal ratusan siswa di Jateng yang baru-baru ini diduga mengalami keracunan MBG. 

"Kami dari Pemprov Jateng dari awal dulu itu usulannya adalah bahwa Makan Bergizi Gratis ini melibatkan kantin sekolah. Karena kami di Provinsi Jawa Tengah sudah ada program kantin sehat sebetulnya," kata Sumarno ketika diwawancara di Kota Semarang, Senin (29/9/2025). 

Dia menambahkan, program kantin sehat di Jateng berjalan dengan keterlibatan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Sumarno berpendapat, program MBG akan lebih efektif jika turut melibatkan kantin sekolah. 

"Ini juga kita bicara lebih ke volume ya. Volume kalau di sekolah itu paling maksimal 500 anak. Kalau di kantin sekolah, tentu saja keterlibatan pengawasan dari para kepala sekolah, guru, dan sebagainya, kan lebih dekat," ucap Sumarno. 

Namun pada akhirnya usulan Pemprov Jateng tak dipilih sebagai metode pelaksanaan program MBG. "Itu yang kita inginkan (MBG melibatkan kantin). Tapi kan kebijakan dari pusat bahwa mekanismenya harus SPPG (satuan pelayanan pemenuhan gizi)," kata Sumarno.

Dia menerangkan, dalam pelaksanaan MBG saat ini, setiap SPPG harus menyediakan setidaknya 3.000 sampai 3.500 porsi makanan. Menurutnya, perlu ada penilaian apakah SPPG memang benar-benar mampu mengolah dan memasak makanan dengan jumlah sebesar itu. 

"Ini nanti juga bicara masalah waktu memasak, waktu menyajikan. Ini tentu saja harus benar-benar. Kalau tidak salah, makanan itu kan maksimal empat jam. Kalah di rumah sakit provinsi, makanan itu harus tersaji, harus dimakan, empat jam setelah dimasak," ucap Sumarno. 

Merespons serangkaian kasus dugaan keracunan, Sumarno mengatakan, salah satu upaya yang patut dicoba adalah mengurangi jumlah porsi MBG yang harus diolah dan dimasak SPPG. Jika jumlah rerata porsi yang didistribusikan SPPG tak dapat dipangkas, maka harus ada penambahan sumber daya manusia atau pegawai.

"Supaya waktu memasak dan menyajikan itu sesuai dengan standar," ujar Sumarno. 

Pekan lalu, ratusan siswa dari berbagai daerah di Jateng seperti Rembang, Banyumas, Kebumen, dan Jepara diduga keracunan setelah mengonsumsi MBG. Beberapa SPPG dinonaktifkan sementara operasionalnya akibat kejadian tersebut. Dinas kesehatan di daerah-daerah terkait pun tengah melakukan uji sampel dari makanan yang diduga menjadi penyebab keracunan para siswa.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement