Selasa 30 Sep 2025 04:51 WIB

KPA Jateng: Tentara Masuk Pertanian Jadi Momok Petani

KPA Jateng minta polisi dan tentara ditarik dari program pangan nasional.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Karta Raharja Ucu
Seorang petani melon di Desa Purwotengah, Kediri (ilustrasi).
Foto: dokpri
Seorang petani melon di Desa Purwotengah, Kediri (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- TNI dan Polri dituntut untuk menarik diri dari program pangan nasional. Permintaan itu disampaikan massa yang tergabung dalam Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Jawa Tengah (Jateng) saat menggelar unjuk rasa dalam rangka peringatan Hari Tani Nasional di depan Kantor Gubernur Jateng, Kota Semarang, pekan lalu.

Korwil KPA Jateng, Purwanto, mengungkapkan, nuansa militerisme dalam kehidupan publik mulai kembali terasa, termasuk di bidang pertanian. "Soal tentara yang sudah masuk ke wilayah-wilayah pertanian, itu menjadi momok bagi petani," ujarnya. 

Purwanto mengatakan, peran TNI-Polri seharusnya difokuskan di lini pertahanan dan keamanan. Namun Purwanto mengakui aparat dan petani juga masih sering berhadap-hadapan dalam persengketaan agraria.

Menurutnya, hal itu terkadang membuat para petani takut untuk memperjuangkan hak mereka. "Kami meminta Presiden segera memerintahkan Polri-TNI untuk menghentikan represivitas di wilayah konflik agraria, membebaskan petani, masyarakat adat, perempuan, aktivis, dan mahasiswa yang dikriminalisasi, serta menarik TNI-Polri dari program pangan nasional," kata Purwanto. 

Selain keterlibatan aparat dalam bidang pertanian, Purwanto juga menyoroti masih banyaknya kasus perampasan tanah milik petani, termasuk oleh entitas negara. "Mereka kepingin mengembalikan tanah-tanah yang dulu dirampok, dirampas oleh, entah itu PTPN (PT Perkebunan Nusantara), Perhutani, tentara, siapapun, termasuk swasta, proses perampasan tanahnya sama itu," ucapnya. 

"Apalagi sekarang ini dengan PSN (Proyek Strategis Nasional), tanah-tanah yang sudah dimiliki dengan seenaknya disingkirkan; ada (kasus) Rawa Pening, Urut Sewu, Kedungombo juga sampai saat ini juga belum selesai, (termasuk) Wadas," tambah Purwanto. 

Menurutnya negara turut berperan dalam konflik-konflik agraria tersebut. "Kementerian/lembaga menjadi pelestari konflik agraria. Menteri terkait tidak pernah menyelesaikan ribuan konflik agraria secara adil dan terkoordinasi," ujarnya. 

Purwanto pun mendesak pemerintah dan DPR RI untuk segera mengesahkan RUU Reforma Agraria. "Kami meminta DPR dan Presiden bersama gerakan masyarakat sipil segera menyusun dan mengesahkan RUU Reforma Agraria, mencabut UU Cipta Kerja, dan mengembalikan arah ekonomi, politik, hukum agraria nasional kepada mandat Pasal 33 UUD 1945," kata Purwanto.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement