Jumat 03 Oct 2025 09:41 WIB

Peringati Tiga Tahun Tragedi Kanjuruhan, Aliansi Jogja Memanggil Kirim Surat Tuntutan ke Pemerintah

Sebagai bentuk protes, massa mengibarkan bendera One Piece.

Rep: Juli Suhaidi/Maruka Bauw/ Red: Fernan Rahadi
Massa yang tergabung dalam Aliansi Jogja Memanggil menggelar unjuk rasa di Titik Nol Yogyakarta, Kamis (2/10/2025). Aksi yang berlangsung damai itu digelar bertepatan dengan tiga tahun Tragedi Kanjuruhan yang terjadi di Malang tiga tahun silam.
Foto: Juli Suhaidi
Massa yang tergabung dalam Aliansi Jogja Memanggil menggelar unjuk rasa di Titik Nol Yogyakarta, Kamis (2/10/2025). Aksi yang berlangsung damai itu digelar bertepatan dengan tiga tahun Tragedi Kanjuruhan yang terjadi di Malang tiga tahun silam.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Massa yang tergabung dalam Aliansi Jogja Memanggil menggelar unjuk rasa di Titik Nol Yogyakarta, Kamis (2/10/2025). Aksi yang berlangsung damai itu digelar bertepatan dengan tiga tahun Tragedi Kanjuruhan yang terjadi di Malang tiga tahun silam.

Ada dua tuntutan yang dikemukakan demonstran pada aksi tersebut, yaitu penyelesaian kasus Tragedi Kanjuruhan dan pembebasan aktivis yang ditahan selama demonstrasi Agustus lalu. Sebagai bentuk protes, massa mengibarkan bendera One Piece dan menampilkan poster-poster tuntutan penyelesaian kasus Tragedi Kanjuruhan yang telah menewaskan 135 jiwa.

Unjuk rasa sore itu kemudian ditutup dengan aksi mengirim surat yang ditujukan kepada enam instansi pemerintahan. Enam instansi tersebut antara lain Komnas HAM, Komnas Perempuan, DPR RI, Kementerian Polhukam, Ombudsman RI, dan Sekretariat Kabinet.

Dandi, salah satu peserta aksi, mengungkapkan bahwa surat yang dikirim berisi laporan terkait penanganan aparat terhadap demonstrasi di Yogyakarta pada Agustus lalu. Selain itu, Aliansi Jogja Memanggil juga menuntut penyelesaian hukum atas Tragedi Kanjuruhan yang belum terungkap sepenuhnya.

Dalam surat tersebut, turut dilaporkan tindakan sewenang-wenang aparat selama bertugas mengamankan aksi massa. Dandi berujar aparat kepolisian telah menyalahi prosedur pengamanan demonstrasi, salah satunya dengan penggunaan petasan untuk membubarkan barisan demonstran. Tindakan polisi itu ditengarai telah menimbulkan korban di barisan massa.

“Akibatnya ketika itu digunakan secara salah, ada empat orang warga Yogyakarta yang harus diamputasi,” ucap Dandi di hadapan wartawan, Kamis (2/10/2025).

Selain itu, kepolisian juga dianggap telah melanggar prosedur penahanan para aktivis yang dilakukan tanpa adanya surat pemanggilan. Dandi selanjutnya mengkritik ketidakterbukaan pihak kepolisian mengenai informasi pasti korban selama demonstrasi Agustus lalu di Yogyakarta.

“Tentunya laporan kami di situ adalah agar mengupayakan kawan-kawan di Yogyakarta, Jakarta, Bandung, Surabaya, hingga Makassar bisa dibebaskan,” ujar Dandi.

Surat tersebut juga berisi desakan untuk kembali mengangkat isu Kanjuruhan. Dandi dan kawan-kawan menganggap hingga kini belum ada tindak lanjut untuk mengadili pihak-pihak yang terlibat.

“Selama tiga tahun ini belum ada satu pun orang yang bertanggung jawab atas terjadinya tragedi yang mencekam dunia sepak bola,” katanya melanjutkan.

Dalam rangkaian unjuk rasa tersebut, massa juga membacakan tuntutan yang ditujukan kepada pemerintah. Massa menuding brutalitas aparat di Kanjuruhan dan represi pada Agustus 2025 sebagai bentuk impunitas atau kekebalan hukum. Praktik impunitas itulah yang diklaim membuat pelaku tindak kejahatan terhadap kemanusiaan tidak pernah diadili.

Menyadari impunitas sebagai penyebab utama segala bentuk kekerasan aparat, massa yang tergabung dalam Aliansi Jogja Memanggil menyerukan tujuh poin tuntutan sebagai berikut:

1. Tangkap, adili, dan penjarakan jenderal-jenderal, pejabat, dan pelaku pelanggar HAM serta pelaku kriminalisasi pejuang demokrasi!

2. Bebaskan seluruh massa aksi, pejuang demokrasi tanpa syarat!

3. Bentuk segera dan kirim tim independen untuk menginvestigasi represi rezim Prabowo–Gibran kepada jurnalis dan lembaga sipil lainnya!

4. Tolak militer masuk kampus, desa, pabrik, dan ruang-ruang sipil lainnya!

5. Berikan akses seluas-luasnya kepada jurnalis dan lembaga sipil independen untuk menginvestigasi represi Agustus–September 2025!

6. Hentikan represi, teror, dan intimidasi terhadap gerakan demokrasi!

7. Usut tuntas Tragedi Kanjuruhan dan kematian 10 pejuang demokrasi!

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement