REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Peneliti Dr Oktavianus Mbaku Muku, SP, MSi, menunjukkan pertanian berkelanjutan tidak bisa dilepaskan dari kecintaan pada budaya terutama pengetahuan lokal terkait pertanian.
"Perjumpaan pengetahuan lokal dan riset berdampak pada hilangnya pengetahuan lokal dan menguatnya penerimaan inovasi, sehingga solusi masa depan pertanian berkelanjutan terletak pada inovasi yang berakar pada cinta budaya dengan mengintegrasikan efisiensi produksi, keharmonisan ekologis, dan nilai-nilai lokal, " ujar Dr Oktavianus dalam promosi doktornya yang diselenggarakan di IPB University, Bogor, Selasa (9/9/2025).
Riset yang dilakukan Dr Oktavianus berjudul "Perjumpaan Pengetahuan Lokal dan Pengetahuan Berbasis Riset dalam Pembangunan Pertanian di Kabupaten Sumba Timur (Studi kasus budidaya jagung, padi, dan pengendalian hama belalang)" dengan metode campuran itu mengambil lokasi penelitian di Kabupaten Sumba Timur.
Dia menambahkan pengetahuan lokal di Sumba Timur merupakan pengetahuan yang diturunkan dari generasi ke generasi, turun-temurun dan sampai saat ini terus digunakan dalam usaha budidaya tanaman jagung, padi dan lain-lain maupun dalam pengendalian berbagai hama penyakit tanaman.
Pengetahuan lokal sebagai pengetahuan yang dimiliki secara lokal, oleh masyarakat setempat, suatu sistem budaya yang menjadi akal sehat bagi orang-orang yang berbagi kepekaan komunal.
"Teori pengetahuan lokal berpendapat bahwa jenis pengetahuan lokal tertentu seperti pengetahuan petani dapat berkembang bahkan dalam satu pengetahuan lokal atau dua generasi pengalaman berbasis tempat," katanya.
Temuan penelitian menunjukkan pengetahuan lokal tentang alam sebagai "ibu", oleh sebab itu alam tidak dapat diperlakukan secara semena-mena tapi harus dihargai dan dijaga. Pengetahuan lokal penggunaan pupuk organik dan pupuk hijau, panjulurungu (gotong royong) sebagai bentuk kerja sama dalam anggota atau komunitas dengan filosofi manusia tidak bisa hidup sendirian.
Temuan lain, terdapat pengetahuan lokal cara menyimpan hasil panen yang mana jagung diikat secara paralel dalam tali sebanyak 100 bulir lalu dililitkan pada pohon tinggi, sedangkan padi disimpan dalam “dandak” atau sokal sebagai stok benih dan cadangan pangan. Pengetahuan lokal juga mencakup penggunaan tumbuhan untuk obat tradisional, pengetahuan tentang ekosistem dan cuaca untuk menentukan waktu tanam dan panen, serta ritual adat “Hamayang Padira” untuk mencegah hama.
"Pengetahuan lokal mengajarkan keharmonisan manusia dengan alamnya, mengajarkan kearifan untuk hidup ramah dengan alam, karena alam ini adalah pinjaman dari anak cucu kita, dan bukan warisan kita kepada anak cucu," katanya.
Dr Oktavianus juga meluncurkan satu buku yang berjudul "Inovasi Sayang Budaya" yang merupakan hasil dari risetnya itu.
Akademisi dari IPB, Dr Djuara P. Lubis, mengatakan buku itu istimewa karena berhasil menunjukkan dalam perjumpaan antara pengetahuan lokal dengan pengetahuan berbasis riset sering kali pengetahuan lokal ditinggalkan, bahkan dianggap kolot dan tidak relevan. Teknologi hasil penelitian dari luar dianggap lebih unggul untuk meningkatkan produksi dan difasilitasi untuk menaklukkan pengetahuan lokal.
"Untuk memperbaiki situasi, buku ini menantang kita agar membangun sistem yang baru untuk menyampaikan inovasi kepada masyarakat," kata Djuara.
Seorang penyuluh pertanian, lanjut Djuara, haruslah mampu merajut konsensus melalui komunikasi partisipatif di antara berbagai pemangku kepentingan dalam pembangunan pertanian.
" Ini bukan tugas mudah, mengingat kuatnya pengaruh pendekatan dominan tadi dalam pembangunan pertanian, "imbuh Djuara lagi.