Kamis 13 Nov 2025 07:51 WIB

Trah Sultan HB II Ungkap Peristiwa Penyerangan Inggris ke Keraton 1812 sebagai Kejahatan Kemanusiaan

Tuntutan ini tak hanya berfokus pada pengembalian aset dan nominal kerugian material.

Aset manuskrip milik Sultan Hamengku Buwono II yang dirampas Inggris pada peristiwa Geger Sapehi 1812.
Foto: dokpri
Aset manuskrip milik Sultan Hamengku Buwono II yang dirampas Inggris pada peristiwa Geger Sapehi 1812.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Keturunan (Trah) Sri Sultan Hamengkubuwono II (HB II) terus menyuarakan tuntutan yang lebih mendalam terkait peristiwa Geger Sepehi tahun 1812. Tuntutan ini tidak hanya berfokus pada pengembalian aset dan nominal kerugian material, tetapi pada pengakuan bahwa penyerbuan Keraton Yogyakarta oleh pasukan Inggris di bawah pimpinan Thomas Stamford Raffles merupakan sebuah kejahatan kemanusiaan yang terencana.

​Peristiwa Geger Sepehi yang terjadi pada 19-20 Juni 1812, ditandai dengan penyerbuan, penangkapan Sultan HB II, dan penjarahan besar-besaran harta benda serta kekayaan intelektual Keraton Yogyakarta.

Ketua Yayasan Vasatii Socaning Lokika yang juga perwakilan Trah Sultan HB II, Fajar Bagoes Poetranto menyatakan bahwa selama ini narasi tentang Geger Sepehi seringkali hanya menekankan pada aspek nominal kerugian material dan intelektual, seperti ribuan manuskrip dan harta benda senilai fantastis yang dirampas.

Padahal, yang terjadi adalah tindakan yang terencana dan sistematis untuk menggulingkan kekuasaan, melakukan pengasingan, dan merampas kedaulatan, yang berdampak pada rusaknya tatanan sosial dan politik di Kesultanan Yogyakarta.

​"Kami ingin Inggris mengakui bahwa ini bukan sekadar insiden penjarahan, tetapi ada aspek kejahatan kemanusiaan yang menyeluruh. Ada perencanaan, ada penggunaan kekuatan militer secara brutal terhadap kedaulatan, dan hilangnya nyawa serta martabat," ujar Fajar Bagoes Poetranto.

Trah Sultan HB II juga menyoroti dugaan penurunan nilai (downgrade) dari kerugian material yang dirampas Inggris. Berbagai literatur mencatat nilai jarahan berupa emas, perak, dan mata uang yang sangat besar, namun pihak Trah Sultan HB II menduga bahwa nilai historis dan kerugian sesungguhnya jauh lebih besar dari angka yang selama ini diakui atau dinarasikan.

Salah satunya, dari sejarawan yang juga peneliti tentang Kraton Yogyakarta, Peter Carey membenarkan adanya harta benda Kraton Yogyakarta era Sri Sultan Hamengkubuwono II yang dirampas Inggris pada masa Geger Sepehi.

Dalam dialog secara daring di kanal Youtube Historia, Rabu (5/8/2020) Peter mengatakan pada saat Inggris menaklukkan Keraton Yogyakarta, tercatat sebanyak 800 ribu dolar Spanyol berupa uang emas dan perak yang dirampas. Uang tersebut digunakan Inggris untuk bonus kemenangan bagi pasukannya yang tidak tewas.

"Tercatat 800 ribu dolar Spanyol uang emas dan perak dibawa dari Keraton untuk membayar harta karun untuk perwira yang tak tewas sebagai bagian kemenangan. Waktu itu kalau dinilai sekitar 150 ribu poundsterling atau setara sekarang 11,5 juta poundsterling. Kalau dijadikan emas saat ini setara 350 kilogram emas," ungkap Peter Carey.

Namun, menurut Trah Sultan HB II, penjarahan Geger Sepehi juga menjarah kekayaan moneter yang sangat besar. Trah Sultan HB II saat ini memperjuangkan pengembalian aset yang diperkirakan bernilai triliunan rupiah.

"Aset yang dirampas berupa aset Moneter ( Perak), Diperkirakan lebih dari 542 juta dollar. Kemudian Artefak Budaya, Ribuan Keris, Manuskrip, Perhiasan, dan Objek Seni (belum termasuk valuasi penuh)," ungkap Fajar Bagoes Poetranto

Sementara itu dari riset Trah Sultàn HB II menegaskan ada sekitar 7.000 naskah milik Keraton Yogyakarta.

Bahkan dalam Simposium Internasional tentang Budaya Jawa dan Naskah Keraton Yogyakarta, beberapa waktu lalu, di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sultan Hamengku Buwono X menyatakan, berdasarkan penelitian yang dilakukan sejarawan Universitas Gadjah Mada (UGM) Djoko Suryo, ada sekitar 7.000 naskah milik Keraton Yogyakarta yang dibawa oleh pasukan Inggris dalam peristiwa Geger Sepehi.

“Menurut sejarawan Prof Djoko Suryo, ketika itu lebih dari 7.000 naskah yang dibawa ke Inggris sehingga dokumen penting Kasultanan nyaris tiada,” katanya.

Dalam peristiwa Geger Sepehi yang terjadi pada masa pemerintahan Sultan Hamengkubuwono II, Keraton Yogyakarta berperang melawan Inggris yang saat itu menguasai Jawa. Inggris kemudian berhasil meraih kemenangan dan terjadi penjarahan ribuan naskah milik Keraton Yogyakarta. Naskah-naskah itu kemudian dibawa ke Inggris dan sebagian di antaranya disimpan di British Library yang merupakan perpustakaan nasional Inggris.

Lebih dari itu, menurut Fajar Bagoes Poetranto, kerugian intelektual berupa 7.000-an naskah kuno yang kini tersimpan di British Library dinilai tak ternilai harganya karena memuat ajaran luhur, sejarah, dan ilmu pengetahuan yang hilang dari masyarakat Jawa selama lebih dari dua abad.

​Tuntutan ini menjadi upaya serius untuk memperjuangkan Claiming Equity Prasasti International atau proses pengembalian hak-hak aset kepemilikan yang dirampas secara tidak sah, dengan landasan bahwa peristiwa 1812 adalah pelanggaran HAM berat dalam konteks kolonialisme.

Fajar Bagoes Poetranto mengungkapkan saat ini pihak Keturunan (Trah) Sri Sultan Hamengkubuwono II (HB II) akan mengambil langkah serius untuk membawa kasus perampasan saat Geger Sepehi 1812 ke Mahkamah Internasional. Keputusan ini diambil setelah tiga kali surat yang dilayangkan kepada Kerajaan Inggris melalui Kedutaan Besar Inggris di Jakarta tidak mendapatkan balasan yang jelas terkait pertanggungjawaban, permohonan maaf, dan pengembalian aset asli.

Fajar Bagoes Poetranto mengapresiasi penyerahan 75 dan 120 manuskrip dalam bentuk digital baru-baru ini oleh Dubes Inggris kepada Keraton Yogyakarta, Trah Sultan HB II menegaskan tuntutan utamanya yakni Pengembalian Fisik (Asli) serta Hak Intelktual Kepemilikan.

"Manuskrip harus dikembalikan dalam bentuk aslinya, bukan digital. Kami Menuntut pengembalian seluruh ±7.000 manuskrip serta harta benda lainnya, termasuk emas," jelasnya.

Tuntutan paling mendesak saat ini adalah agar Kerajaan Inggris bertanggung jawab dan secara resmi meminta maaf kepada anak dan keturunan Sri Sultan Hamengkubuwono II atas peristiwa Geger Sepehi 1812.

Mengenai manuskrip kuno dan kekayaan intelektual lain yang dijarah Inggris pada peristiwa Geger Sepehi 1812, pihak Trah Sultan HB II menegaskan bahwa penjarahan Keraton Yogyakarta oleh pasukan Inggris di bawah pimpinan Thomas Stamford Raffles pada 1812 tidak hanya menyasar harta benda, tetapi juga kekayaan intelektual Keraton, terutama ribuan naskah kuno (manuskrip) yang tersimpan di perpustakaan Keraton.

​Jumlah dan lokasi manuskrip diiperkirakan lebih dari 7000 manuskrip milik Keraton Yogyakarta dijarah. Sebagian besar manuskrip ini saat ini tersimpan di British Library (Perpustakaan Inggris) di London. Sebagian kecil juga tersebar di berbagai institusi di Eropa, termasuk Perpustakaan Universitas Leiden di Belanda.

​Kemudian jenis dan Isi Manuskrip yang dijarah pun sangat beragam, mencakup hampir seluruh aspek kehidupan, sejarah, dan kebudayaan Jawa Kuno. Beberapa kategori dan judul penting meliputi: Babad Sepehi (ditulis oleh Pangeran Mangkudiningrat, putra HB II), Babad Mataram, Babad Pajajaran, Archive of Yogyakarta vol. 2, 3, 4. Catatan otobiografi dan kronologis tentang peristiwa Geger Sepehi, silsilah raja-raja, dan sejarah kerajaan di Jawa.

Kemudian Ajaran & Filosofi Teaching of Sultan HB I (400 halaman), Serat Pustaka Surya Raja, Sandi Sastra. Naskah filosofis yang berisi ajaran tentang pemerintahan, etika, dan nilai-nilai luhur kehidupan Jawa. Naskah ajaran Sultan HB I sangat penting untuk memahami tatanan Keraton.

Kemudian Serat Jaya Lengkara Wulang, Menak Amir Hamza, Serat Rama, Arjuna Sasrabahu, Carita Yusup, Carita dadine Bumi Selangit, Teks-teks sastra klasik, epik kepahlawanan, cerita wayang, dan narasi mitologi.

Juga ada Serat Nawawi, Serat Anbiya, Caritanya Nabi Muhammad berupa Naskah-naskah keagamaan yang memuat ajaran Islam dan kisah para nabi.

Ilmu Pengetahuan yakni Pawukon (kalender Jawa dan penentuan hari baik/buruk), Primbon collection, naskah-naskah kedokteran dan metalurgi. Koleksi ilmu pengetahuan tradisional yang menjadi sumber kearifan lokal.

"Trah Sultan HB II berharap Inggris dapat mencontoh langkah Pemerintah Belanda yang telah melakukan pengembalian/claming benda-benda bersejarah yang diambil dari Indonesia," ujar Fajar Bagoes Poetranto.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement