REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Momen libur Natal dan Tahun Baru (Nataru) diprediksi kembali menjadi magnet bagi wisatawan untuk datang ke Kota Yogyakarta. Industri pariwisata diperkirakan akan menikmati angin segar melalui peningkatan okupansi hotel, kunjungan destinasi, hingga perputaran ekonomi yang biasanya melonjak signifikan setiap akhir tahun.
Namun di balik optimisme sektor pariwisata, Pemerintah Kota Yogyakarta juga harus bersiap menghadapi satu persoalan klasik yang selalu muncul setiap musim liburan yaitu lonjakan volume sampah. Wisatawan dalam jumlah besar seringkali berbanding lurus dengan meningkatnya produksi sampah harian, terutama di kawasan padat kunjungan seperti Malioboro, Kotabaru, hingga destinasi wisata lainnya dan pusat kuliner di wilayah perkotaan.
Kepala Bidang Pengelolaan Persampahan DLH Kota Yogyakarta, Ahmad Haryoko mengatakan lonjakan sampah tahunan menjelang Nataru memang tak terhindarkan. Kendati begitu, pihaknya bersiap menghadapi momen tersebut.
"Kami sudah koordinasi dengan DLHK DIY. Setiap minggu ada jatah 300 ton ke TPA Piyungan. Jadi Insha Allah cukup untuk menjaga agar sampah tidak menumpuk terlalu lama di depo," ujarnya, Jumat (14/11/2025).
Namun, Haryoko mengingatkan situasi lapangan sangat dinamis. Gangguan angkut, curah hujan tinggi, dan keterbatasan kapasitas depo dapat menyebabkan sampah kembali menumpuk dalam waktu singkat.
Menghadapi potensi ledakan sampah akhir tahun, DLH mempercepat pemasangan timbangan digital di 13 depo sampah. Langkah ini dilakukan agar Pemkot dapat memperoleh data akurat mengenai jumlah sampah harian termasuk selama puncak Nataru.
Dalam kondisi normal, lanjutnya, Kota Yogyakarta menghasilkan 350–400 ton sampah per hari. Pada periode Nataru, angka tersebut dapat melonjak drastis. Penimbangan digital dianggap menjadi cara paling efektif untuk memastikan setiap kenaikan volume dapat dipantau secara real time.
"Dengan sistem timbangan ini, kami bisa tahu berapa berat sampah yang masuk setiap hari dan dari mana asalnya. Datanya akan terus diperbarui secara harian," ujar Haryoko.
Hingga pertengahan November 2025 ini, delapan depo telah terpasangi timbangan. Sisanya ditargetkan selesai sebelum Desember 2025. Haryoko memastikan pemasangan timbangan bukan untuk membatasi sampah warga, tetapi sebagai alat ukur agar produksi sampah selama Nataru dapat dipetakan dengan tepat.
"Rencana kita memang ada 13 titik (penimbangan sampah -red), kecuali di Depo RRI Kotabaru karena lokasinya sangat terbuka. Jadi semua depo yang selama ini beroperasi akan dipasangi timbangan," kata dia.