REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Manajer Desain dan Pengembangan Budaya Perusahaan PLN, Syahrial Amin menilai, dunia industri begitu cepat berubah. Saat tidak mampu beradaptasi dengan keinginan pelanggan, perusahaan bisa jatuh walau sedang berada pada masa kejayaan.
Ia mencontohkan, perusahaan-perusahaan merek dagang seperti Nokia, BlackBerry dan Kodak yang terlalu nyaman dengan kejayaannya masanya. Ternyata, harus kehilangan konsumennya karena gagal beradaptasi terhadap inovasi dan keinginan konsumen.
Terutama, Syahrial mengingatkan, masuknya nasa revolusi industri 4.0 yang membawa disrupsi. Karenanya, tidak bisa lagi membayangkan suatu perusahaan dianggap besar hanya karena memiliki banyak aset yang terlihat dan bertebaran di mana-mana.
"Pada era disrupsi 4.0, kita justru bisa melihat perusahaan-perusahaan besar yang justru zero asset," kata Syahrial dalam bincang-bincang UII Integrated Career Days yang diselenggarakan DPKA Universitas Islam Indonesia (UII), Senin (22/2).
Ia melihat, perusahaan seperti layanan belanja dan transportasi daring, justru sangat minim kepemilikan aset, namun justru mampu mencetak angka valuasi hingga miliaran dolar. Ini menjadi contoh berkembangnya perusahaan berbasis teknologi.
Kondisi ini merupakan sebuah peringatan sekaligus kesempatan bagi semua orang untuk lebih bisa beradaptasi sekaligus berinovasi. Sehingga, pencari kerja dapat memenuhi kualifikasi yang dibutuhkan untuk bertahan pada era revolusi industri 4.0.
"Melihat apa yang sudah terjadi, kesimpulannya we need to manage this change for personally," ujar alumnus Prodi Psikologi UII tersebut.
Sedangkan, ia menekankan, dalam melakukan perubahan dan pengembangan diri secara personal pola pikir harus bisa diubah. Sebab, saat pola pikir sudah bermain dan mempengaruhi alam bawah sadar, muncul pilihan mengenai gambaran perilaku kita.
"Maka, pola pikir sangat berpengaruh dalam manusia mengembangkan kemampuan," kata Syahrial.
Untuk itu, ia berpesan agar generasi muda bisa betul-betul mempersiapkan diri pada era disrupsi teknologi ini. Yang mana, Syahrial mengingatkan, persiapan-persiapan itu dapat dimulai dari pola pikir karena itu menjadi modal yang sangat penting.
"Bila dalam pemikiran kita sudah ragu dan tidak yakin pada masa depan kita, maka the way we learn, the way we make effort akan sangat berpengaruh, dan tidak akan maksimal dalam mempersiapkan diri," ujar Syahrial.