REPUBLIKA.CO.ID, UNGARAN -- Kabupaten Semarang memiliki Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang bergerak dalam bisnis energi (BBM). Ini ditandai dengan peluncuran Pertades Tlogo, Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, dan menjadi pertades pertama dari percepatan 10 pertades di daerah tersebut.
Pertades Tlogo merupakan implementasi kolaborasi usaha bagi keuntungan, antara BUMDes Tlogo dengan PT Mutiara Teknologi Indonesia (MTI) dalam rangka mendorong kemandirian perekonomian desa melalui pendapatan asli desa yang berkelanjutan.
Direktur Operasional PT MTI, Imam Anshori mengatakan, ada hal yang melatarbelakangi mengapa kerja sama pemberdayaan perekonomian desa melalui pertades tersebut diwujudkan PT MTI bersama dengan BUMDes Tlogo.
Menurutnya, desa sebenarnya memiliki hak istimewa yang diatur dalam Peraturan BPH Migas Nomor 6 Tahun 2015. Artinya sudah sejak enam tahun lalu, regulasi telah memberikan hak kepada BUMDes untuk terlibat dalam bisnis di sektor BBM.
Regulasi itu menjelaskan bahwa badan usaha yang ingin menjadi penyalur/sub penyalur BBM bisa menggandeng BUMDes. Amanah inilah yang dilakukan PT MTI karena selama ini belum ada pihak badan usaha manapun yang tertarik untuk melibatkan BUMDes dalam binis energi, khususnya BBM.
“Kepentingannya agar BUMDes bangkit sebagai pilar perekonomian desa,” ungkapnya, di sela acara Bimbingan Teknis Operasionalisasi Stasiun Pertades oleh Perusahaan Jasa Inspeksi Teknik (PJIT) Ditjen Migas, di Balai Agung Tlogo, kompleks Wiata Agro Tlogo, Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang, Ahad (21/3).
Sehingga, lanjut Imam, jika BUMDes ingin memiliki sumber penghasilan yang berkelanjutan, diharapkan akan menjadi penopang PADes-nya. Di satu sisi, salah satu bisnis yang layak dikelola oleh BUMDes adalah BBM, karena kepentingan kebuthan BBM itu ada di wilayah masyarakat.
Sebagai gambaran, masyarakat di perdesaan keluar rumah pasti butuh BBM, sementara kemampuan mereka untuk membeli mungkin hanya satu liter. Kalaupun terpaksa harus mengakses SPBU yang jaraknya lebih jauh, ini merupakan sebuah kerugian. “Karena mereka balik lagi ke rumah BBM yang satu liter tadi sudah berkurang lagi,” jelasnya.
Ia juga mengungkapkan, karena desa ini perlu didukung SDM yang memadai, maka MTI melakukan satu pendampingan dalam pengelolaan pertades. Di mana sistem administrasi dan manajemennya menggunakan sistem aplikasi manajemen.
Maka kerja sama ini menggunakan pola sharing provit antara pihak BUMDes serta PT MTI sebagai pengelola manajemennya. Komposisinya, 70 persen untuk BUMDes dan 30 persen untuk pendamping.
Dengan begitu, ke depan BUMDes mampu berdaya sebagai bagian dari bisnis yang layak. Karena BUMDes itu setara dengan BUMN, hanya levelnya di ada tingkat desa. “Sehingga BUMDes juga perlu mengambil peran strategis terkait dengan akses BBM masyarakat di perdesaan,” lanjut Imam.
Lebih lanjut, ia menambahkan, pertades tidak bermain di wilayah BBM bersubsidi. Karena jenis BBM yang dijual RON 92 (Pertamax). Selain RON 92 juga High Speed Diesel (HSD) atau solar industri.
Karena memang di desa juga sering dijumpai banyak kawasan industri. Selama ini kawasan industri tidak pernah melibatkan desa dalam pola bisnis to bisnis, hingga desa hanya menjadi penonton. Maka ia juga berharap desa bisa berperan menyuplai kebutuhan industri yang ada di wilayahnya walaupun tidak 100 persen.
“Pertades Tlogo memang yang pertama dan untuk saat ini di Kabupaten Semarang kita sedang melakukan percepatan di 10 titik agar dengan harapan BUMDes bisa segera mengambil peran dalam mendorong kemadiirian desa,” tambahnya.
Sementara itu, Bupati Semarang, Ngesti Nugraha mengungkapkan, pemkab membuka peluang seluas-luasnya untuk investasi di daerahnya, tak terkecuali dengan pertades. Tentunya regulasi harus dilalui dengan benar.
Selain itu juga dalam hal perizinan, seperti IMB. “Selama semua perizinan tersebut telah dilalui secara prosedural dan persyaratannya lengkap tentau akan kami berikan kemudahan,” ungkap dia.
Prinsipnya, lanjut bupati, selama investasi tersebut menguntungkan masyarakat, pemerintah juga akan terbuka dan membuka peluang. Terkait pertades, secara teknis MoU dilakukan antara desa dengan pihak ketiga.
Maka bupati juga mewanti-wanti investasinya harus saling menguntungkan. “Desa juga diuntungkan, kalau untungnya hanya salah satu pihak tentunya tidak bisa jalan. Sekali lagi harus diikuti dengan kepatuhan regulasi yang ada,” ujarnya.