REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta memprediksi ada masyarakat yang melakukan kegiatan mudik sebelum berlakunya kebijakan larangan mudik pada 6-17 Mei 2021. Walaupun begitu, pemudik yang curi start ini tetap tidak diperbolehkan mengunjungi destinasi wisata.
"Selama lima hari libur lebaran pun yang diperbolehkan bepergian atau munculnya potensi wisata di kota Yogyakarta ialah hanya masyarakat yang sudah berada di wilayah (provinsi) DIY," kata Wakil Wali Kota Yogyakarta, Heroe Poerwadi belum lama ini.
Pasalnya, pihaknya mewajibkan karantina atau isolasi bagi pemudik yang masuk ke Kota Yogyakarta. Isolasi diwajibkan selama lima hari bagi pemudik yang datang dengan kondisi sehat.
Sedangkan, pemudik yang terindikasi Covid-19 diwajibkan isolasi selama dua pekan. Namun, bagi pemudik yang sudah bergejala diharuskan untuk langsung dibawa ke rumah sakit.
Posko-posko penjagaan di pintu masuk RT/RW, kelurahan hingga kecamatan juga diaktifkan. Petugas di tiap posko memantau mobilitas masyarakat termasuk pendatang yang masuk ke Kota Yogyakarta.
Petugas posko juga diwajibkan memeriksa kelengkapan surat identitas kesehatan dan dokumen perjalanan pendatang. Termasuk memastikan protokol kesehatan pencegahan Covid-19 tetap dijalankan oleh seluruh masyarakat.
"Nanti kalau tidak ada surat-surat, harus ada tindakan-tindakan untuk mereka demi keamanan bersama. Ini dilakukan serentak di posko-posko yang ada," ujar Heroe.
Heroe menjelaskan, balai RT/RW dapat digunakan jika kondisi rumah tidak memungkinkan untuk melakukan isolasi. Pihaknya juga sudah menyiapkan hotel untuk digunakan sebagai shelter isolasi bagi pendatang atau pemudik.
Pihaknya juga mendata kembali kesiapan shelter isolasi untuk pendatang di tiap wilayah. Koordinasi dengan berbagai pihak, katanya, juga terus dilakukan.
"Aturan mengenai menyiapkan karantina itu juga telah dibicarakan sejak lama. Maka dari itu karantina pemudik yang curi start itu terus disiapkan oleh masing-masing kewilayahan," jelasnya.