REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Wakil Wali Kota Yogyakarta, Heroe Poerwadi mengatakan, parkir dengan mematok tarif yang tinggi (nuthuk) di kawasan Titik Nol termasuk dalam pungutan liar (pungli). Hal tersebut dilakukan oleh juru parkir yang tidak berizin.
Pasalnya, tarif parkir untuk kendaraan roda empat dipatok mencapai Rp 20 ribu. Padahal, berdasarkan peraturan daerah (perda) yang telah dikeluarkan, parkir kendaraan roda empat hanya dipatok Rp 5.000 dan Rp 2.000 untuk kendaraan roda dua.
Heroe menuturkan, pihaknya sudah menemukan juru parkir yang 'nuthuk' tersebut.
"Ternyata tidak berizin dan tidak punya legalitas untuk menarik pungutan apapun, mKasus ini juga sudah dilimpahkan ke Polresta Kota Yogyakarta.aka masuk kategori pungli. Sehingga penanganan lebih lanjut kita arahkan ke Polres dengan Tim Saber Punglinya. Artinya orang-orang itu melakukan pungutan liar dengan bertindak seperti petugas parkir yang berizin," kata Heroe kepada wartawan, Selasa (1/5) malam.
Heroe menjelaskan, juru parkir tak berizin ini sudah diamati sejak lama oleh Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Yogyakarta. Juru parkir tersebut, katanya, mengatur parkir di tempat yang tidak diperbolehkan.
"Jika ada petugas dishub, mereka tidak ada di tempat. Kalau patroli petugas dishubnya berlalu, mereka muncul. Setelah diintai cukup lama, orangnya kita tangkap dan kita serahkan ke Polresta Yogyakarta," ujar Heroe.
Sebelumnya, juga terjadi perilaku 'nuthuk' dengan mematok harga makanan secara tidak wajar di sirip Malioboro, tepatnya di Jalan Perwakilan. Ada tiga warung makanan yang ditutup karena menjual makanan dengan harga tinggi.
Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X menyebut, pedagang yang 'nuthuk' dinilai hanya ingin mendapatkan untung besar. "Kalau di Jalan Perwakilan ya mungkin dia kesempatan nuthuk ya maunya untung besar," kata Sultan.
Sultan menuturkan, lebih baik berdagang dengan tidak menaikkan harga secara tidak wajar. Sebab, hal ini akan membawa manfaat yang lebih besar bagi pedagang yakni mendatangkan lebih banyak pelanggan.
"Lebih baik kalau saya, orang jualan untung secukupnya tapi pelanggannya bertambah. Bukan nuthuk untung besar, tapi besoknya tidak ada yang makan lagi," ujarnya.
Sultan pun meminta agar pedagang di seluruh kawasan Malioboro baik itu di Jalan Malioboro maupun di sirip-sirip Malioboro dapat berkonsolidasi. Sehingga, dapat memaksimalkan potensi yang ada di kawasan Malioboro oleh pedagang yang masuk dalam komunitas maupun yang tidak.
"Hanya jangan bicara Jalan Malioboro saja, tapi lingkungannya juga bisa dikomunikasikan. Biarpun mungkin bukan menjadi bagian dari warga Malioboro, tapi tetap terkonsolidasi untuk tidak menimbulkan (adanya perilaku nuthuk)," jelas Sultan.