REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Gugus Tugas Papua Universitas Gadjah Mada (GTP-UGM) mengusulkan ada reinstrumentasi Otonomi Khusus (otsus) Papua. Detail rancangan baru Otsus Papua dinilai penting di tengah permasalahan Papua yang pelik dan khusus.
Ketua Gugus Tugas Papua UGM, Bambang Purwoko mengatakan, ada tiga hal penting yang disampaikan di usulan reinstrumentasi UU Otsus Papua. Pertama, perluasan jangkauan otonomi khusus Papua hingga ke tingkat kabupaten atau kota.
"Ini penting untuk menjawab permasalahan otonomi khusus yang selama ini masih bersifat umum. Hal penting untuk memastikan otonomi khusus dapat dirasakan oleh masyarakat hingga ke tingkat kampung," kata Bambang, Kamis (3/6).
Hal itu disampaikan Bambang dalam Rapat Dengar Pendapat Umum DPR RI terkait perubahan kedua UU Nomor 21 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua. Kedua, pengaturan penggunaan dana otsus agar bisa dinikmati masyarakat Papua.
"Caranya disalurkan secara langsung kepada orang asli Papua dalam bentuk Kartu Dana Otsus. Kartu ini hanya bisa digunakan oleh OAP untuk belanja pendidikan, kesehatan, kebutuhan pangan, dan bahan bangunan perumahan," ujar Bambang.
Terkait pengaturan keuangan, ia menekankan, hendaknya UU Otsus juga melakukan pengaturan pemanfaatan Dana Desa dan Belanja Kementerian/Lembaga. Jadi, dapat dilakukan sinergis dan terkoordinasi untuk penuhi kebutuhan dasar masyarakat.
Ketiga regulasi pengaturan pemekaran Papua baik provinsi maupun kabupaten/kota harus lebih spesifik. Pemekaran harus ditempatkan sebagai strategi percepatan pembangunan, peningkatan pelayanan publik, redistribusi kesejahteraan sosial.
Kemudian, memuliakan adat dan mengangkat harkat dan martabat OAP. Pembentukan DOB juga harus diikuti dengan penegasan Perdasus untuk menjamin adanya rekognisi, proteksi, afirmasi, dan akselerasi terhadap OAP.
Bambang juga menekankan, pentingnya pengawalan yang serius ke berbagai level, baik yang bersifat sistemik, manajerial, dan teknis-operasional. Jadi, revisi UU Otsus Papua dapat membawa manfaat untuk kemajuan Papua.
Capaian Minimalis Otsus Papua usulan reinstrumentasi UU Otsus Papua tersebut tidak terlepas dari setumpuk persoalan Papua selama ini. Otsus Papua yang sudah berjalan 20 tahun dinilai masih menyisakan setumpuk keterbatasan.
Di bidang politik belum berjalan kebijakan lambang daerah dan simbol kultural, pembentukan parpol, pembentukan pengadilan HAM, pembentukan KKR, dan pengakuan peradilan adat. Di bidang pemerintahan otsus tidak memberi kewenangan khusus.
"Di bidang pemerintahan, otsus tidak sepenuhnya memberikan kewenangan khusus. Banyak kebijakan lain yang melemahkan atau justru bertentangan dengan UU Otsus Papua. Otsus juga hanya memberi kewenangan ke provinsi, tidak kabupaten/kota," kata Bambang.
Bidang keamanan, Bambang menyebut, Papua masih diselimuti konflik yang tidak terselesaikan dan jumlah kasus kekerasan di Papua terus meningkat belakangan. Bidang ekonomi, kesempatan OAP mendapat aksesibilitas sumber ekonomi hilang.
Kondisi itu juga masih diperparah setumpuk persoalan keuangan daerah yaitu ketergantungan dana otsus dan rendahnya tata kelola keuangan daerah. Bambang menekankan, instrumen khusus mengatasi persoalan yang pelik semakin penting.
"Penyempurnaan UU Otsus Papua sangat mendesak sebagai solusi persoalan Papua. Juga penting dimaknai sebagai ikhtiar mempertemukan agenda nasional dan daerah dengan semangat perubahan dan perbaikan individu dan agen-agen pelaksananya," ujar Bambang.
Bambang juga menekankan pentingnya penyempurnaan UU Otsus Papua yang menyentuh dan menuntaskan persoalan mendasar yang selama ini jadi sumber masalah. Misal, terkait ketidakjelasan batas kewenangan antar tingkatan pemerintahan yang ada. "Serta, penuntasan kebijakan rekognisi, proteksi, afirmasi, dan akselerasi," katanya.