REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Ratusan mahasiswa Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta menuntut pembubaran Organisasi Kemahasiswaan (Ormawa) Korps Mahasiswa Siaga Batalion 905 Jagal Abilawa Resimen Mahasiswa (Menwa) UNS, menyusul kasus meninggalnya salah satu mahasiswa saat mengikuti kegiatan ormawa ini.
"Kami minta Menwa dibubarkan saja, yang pertama sudah tidak relevan dengan dunia akademik, kemudian kami melihat sudah terbukti mereka melanggar banyak hal, salah satunya Peraturan Rektor Nomor 26/Tahun 2020 tentang Organisasi Kemahasiswaan UNS," kata Presiden BEM UNS Zakky Musthofa di sela aksi mahasiswa, di Solo, Senin (1/11).
Ia mengatakan salah satu aturan yang dilanggar oleh Ormawa Menwa UNS adalah terkait jam kegiatan yang melebihi batas. "(Sesuai Peraturan Rektor) jam kegiatan sampai pukul 21.00 WIB, mereka melebihi itu. Bahkan pukul 23.00 WIB mereka masih berkegiatan," katanya.
Tuntutan lain, dikatakannya, mahasiswa meminta ketegasan dan transparansi kampus dalam menghadirkan keadilan dalam kasus menwa ini. Selain itu, pihaknya meminta agar kampus bertanggung jawab atas kejadian tersebut.
"Kedua pihak (kampus dan menwa) ini punya tanggung jawab atas kematian Gilang, kampus secara birokrasi menghadirkan izin yang ternyata kasus ini tidak hanya di tahun ini, artinya ada pembiaran dari kampus dari tahun ke tahun," katanya.
Sementara itu, dikatakannya lagi, para mahasiswa tidak akan berhenti untuk ikut mengusut kasus kematian Gilang Endi. "Kami akan berhimpun, konsolidasi, dan membuat tim untuk kemudian kompromi dengan kampus, dengan tim evaluasi untuk menemukan kebenaran yang paling valid," katanya.
Terkait munculnya pengakuan salah satu mantan anggota Menwa UNS tahun 2013 melalui media sosial Twitter bahwa pernah terjadi kasus serupa di tahun tersebut, pihaknya juga sudah melakukan komunikasi dengan penulis.
"Kami follow up, hubungi mbaknya (penulis) juga. Akan ada pertemuan atau komunikasi, dan enggak hanya itu, ternyata ada temuan di tahun 2008, 2020 juga. Ada yang melapor hampir meninggal," kata dia.
Terkait hal itu, ia meminta agar kampus juga transparan terhadap kasus-kasus sebelumnya. "Kami akan merasionalkan, kami menyayangkan kampus tidak mengondisikan menwa untuk speak up. Secara lembaga kan dibutuhkan, kecaman akan menekan mereka kalau diulur-ulur. (Menuntut) mengusut tuntas sampai ada titik terang untuk keluarga, dalam hal ini kampus juga dipertaruhkan reputasinya. Kepolisian juga kami tuntut agar transparan dan menyampaikan secara transparan," kata dia.
Saat menerima aksi mahasiswa, Wakil Rektor UNS Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Ahmad Yunus mengatakan pihak universitas tidak menoleransi jenis kekerasan apa pun di dalam kampus baik yang melibatkan mahasiswa maupun pegawai.
"Kami juga menyerahkan sepenuhnya proses penyelidikan dan penyidikan kepada kepolisian. (Sampai saat ini) UNS belum menerima hasil autopsi dari kepolisian," kata dia.