REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Wali Kota Yogyakarta, Haryadi Suyuti mengatakan, sudah ada kesepakatan terkait rekomendasi perhitungan besaran Upah Minimum Kota Yogyakarta untuk 2022. Rekomendasi ini didapatkan dari pertemuan yang dilakukan antara asosiasi pengusaha dan serikat pekerja, serta Pemkot Yogyakarta.
Berdasarkan rekomendasi yang dihasilkan, Haryadi menyebut, besaran UMK 2022 lebih tinggi dari 2021. Di 2021, UMK Kota Yogyakarta yang ditetapkan sebesar Rp 2.069.530.
"Sudah ada kesepakatan mengenai rekomendasi (UMK berapa), jadi berupa rekomendasi, bukan keputusan. Rekomendasi kita ada kenaikan dari UMK yang tahun lalu," kata Haryadi di kompleks Balai Kota Yogyakarta, Rabu (17/11).
Haryadi sendiri belum dapat menyampaikan rekomendasi besaran UMK Kota Yogyakarta untuk 2022. Pihaknya masih harus membahas hal ini lebih lanjut dengan Pemda DIY.
"Saya tidak ingin mendahului gubernur karena masih akan dibahas dengan gubernur saat bertemu dengan kami. Karena nanti yang memutuskan adalah rapat dengan Bapak Gubernur dan kabupaten yang lain. Nanti dari sana baru ditetapkan, baru bisa kita hubungkan berapa angka UMK kota/kabupaten," ujarnya.
Dalam menerapkan besaran UMK, Haryadi menyebut, harus ada kesepakatan bersama, terutama antara asosiasi pengusaha dan serikat pekerja. UMK yang terlalu tinggi maupun terlalu rendah, akan berdampak pada pekerja dan pengusaha itu sendiri.
"Kalau terlalu tinggi susah nanti pekerjanya, artinya investor juga tidak akan ada yang masuk. Tapi kalau terlalu rendah, juga berbahaya, siapa yang mau bekerja disini," jelas dia.
Untuk itu, ia menegaskan agar dilakukan komunikasi yang baik antara asosiasi pengusaha dan serikat pekerja dalam menentukan rekomendasi UMK sebelum nantinya ditetapkan. Selain itu, perhitungan besaran UMK ini juga harus berdasarkan pada aturan Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker).
"Pendekatan kita antara pengusaha dan juga pencari kerja ini harmonisasi dalam rangka menciptakan iklim kondusif bagi investasi dan juga bagi perkembangan Kota Yogya selanjutnya," katanya.